Yusli Wardiatno

Meyakini Jalan Tuhan, Mensyukuri Restu Ibu

ATASE Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Tokyo, Prof. Yusli Wardiatno ditunjuk menempati posisi tersebut sejak awal bulan Agustus 2020. Mulai saat itu, Yusli menjadi orang yang bertanggung jawab pada peningkatan kualitas hubungan kerjasama pendidikan antar negara Indonesia dan Jepang.

Profesor Yusli Wardiatno juga merupakan guru besar IPB University dalam bidang biologi perairan khususnya pada aspek biologi Crustacea.

Ia juga pernah menjadi Tim Kajian Pembangunan Subsektor Perikanan mengurangi kemiskinan dan ketimpangan di Indonesia di Kepulauan Anambas.

Sosok pria cerdas kelahiran tahun 1966 ini menyelesaikan studi Program Sarjana pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University tahun 1990.

Ia kemudian mendapatkan beasiswa untuk Program Master di AARHUS University di Denmark, Eropa pada 1996. Ia lalu menjadi penerima beasiswa Monbusho untuk program Doktoral di Universitas Nagasaki tahun 2002.

Yusli dikenal jenius, enerjik, ramah, humoris dan berwawasan luas. Wajar jika beberapa jabatan strategis sebelumnya pernah diemban beliau selama menjadi dosen di kampus IPB yang telah membesarkannya.

Ia pernah menempati posisi Direktur Pengembangan Bisnis IPB University sekitar 2015. Yusli juga salah satu penerima Satya Lancana Sujana Utama dari 3 Guru Besar IPB University pada 2018.

Suami dari Poppi Lestari W ini memiliki kemampuan dan penguasaan bahasa asing seperti Bahasa Inggris, Bahasa Danish atau Denmark dan juga kemampuan berbahasa Jepangnya sudah tidak diragukan lagi.

Dari pernikahannya dengan Poppi, Yusli dikarunia 2 putra yang cerdas. Yusli sendiri merupakan anak keempat dari lima bersaudara, lahir di Cirebon tahun 1966. Sejak lahir hingga sebelum masuk TK, Yusli tinggal di Cirebon.

Namun begitu, ingatan tentang Cirebon hanyalah kebun mangga di rumahnya. Karena dari TK sampai SMA dilewatkan di Jakarta.

Setelah lulus SMA, Yusli masuk IPB University dan pindah ke Bogor sampai sebelum berangkat ke Jepang. Boleh dibilang, lebih dari setengah kehidupan Yusli dilewatkan di Kota Bogor.

Pria ini sering membaca buku tentang Biologi Kelautan serta jurnal-jurnal yang dipublikasikan oleh peneliti lainnya sebagai referensi untuk riset selanjutnya. Selain itu buku panduan wisata kerap dibaca sebagai hiburan.

Diantara kegiatan sehari-harinya dalam menjalankan tugas sebagai Atase Pendidikan dan Kebudayaan di kantor KBRI Tokyo, Yusli tetap harus bekerja secara online untuk membimbing empat mahasiswa S-3 dan 2 mahasiswa S-2 di IPB University.

Yusli memang masih menjadi dosen di IPB University. Keinginan menjadi dosen muncul waktu kuliah S-1. Beliau ingin bersekolah di luar negeri, karena jika menjadi dosen, jalan untuk bisa bersekolah ke luar negeri menjadi terbuka.

Meski begitu, setiap hari Sabtu dan Minggu ia sering menyempatkan waktu untuk berjalan-jalan. Di saat senggang ia sering berjalan kaki ke Musashi Koyama, Togoshi Ginza, berdua dengan istri atau mengajak anak pertama yang juga suka jalan-jalan.Jika sedang mood, Yusli kadang giat berkebun atau menonton TV.

Waktu kecil, Yusli sempat berkeinginan menjadi insinyur teknik, sehingga waktu mengisi Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK), pilihan pertamanya adalah Teknik Informatika di ITB, dan pilihan keduanya adalah IPB University.

Sebetulnya pilihan kedua ini adalah permintaan ibunda Yusli yang sedang sakit waktu itu. Katanya,”Pilihan pertama apa saja boleh, tapi pilihan kedua IPB, ya!,” tuturnya.

Sepertinya doa ibunda dikabulkan, dan akhirnya diterima di perguruan tinggi yang justru membesarkannya.

Mungkin juga keinginan ibunda yang terwujud karena sejak dirinya masih bayi, ibunda sering berkata bahwa bayi Yusli akan menjadi profesor.

Jalan hidup Yusli diyakini berkat doa ibunda, sehingga Yusli selalu mengingat ibunda. Waktu ke Mekkah, sambil berdoa, ia pasti ingat ibunda.

Menurut Yusli, hal yang menarik dalam menjalani profesi sebagai dosen yaitu saat harus melakukan riset ke lapangan, dan ini sekaligus dapat menyalurkan hobi jalan-jalannya. Selain itu, profesi dosen itu bersifat dinamis karena setiap tahun bertemu dengan mahasiswa yang berbeda.

Dengan menjadi guru akan menuai amal nantinya yang tidak putus. Selama menjadi dosen, peristiwa paling berkesan bagi Yusli adalah berhasil mendapatkan beasiswa.

Waktu bersekolah itulah, anak pertama lahir setelah penantian selama 5,5 tahun. Yusli juga menikmati asyiknya mengatur waktu sehari-hari, bagaimana mengantar anak ke PAUD pada pagi hari dan menjemputnya lagi pukul 4, karena sang istri mesti mengajar bahasa Inggris.

Pencapaian prestasi terbesar yang dirasakan Yusli adalah menjadi guru besar yang merupakan jabatan fungsional tertinggi meskipun waktu pensiun gelar itu harus dilepas.

Pernah gagal waktu mencalonkan diri menjadi dekan. Namun, ia menganggap ini sebagai jalan hidup.

“Ketika gagal jangan disesali, karena mungkin kelak ada kehendak Tuhan yang bisa jadi itu akan lebih baik. Selalu ada hal indah bagi keputusan yang dibuat Tuhan”, ujar Yusli.

Jalan cerita Tuhan memang berbeda dan menjadi lebih indah. Saat ini, Yusli justru dipercaya sebagai Atdikbud di Tokyo dan merupakan tantangan baru karena pekerjaan dan lingkungannya berbeda. Bahkan tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Yusli sangat bersyukur mempunyai panutan orang tua dan mertua yang pandangan hidupnya cukup baik.*

Tinggalkan Komentar