Yudi Pawitan

Diakui Dunia, Ternama di Swedia

Tiga puluh tahun malang-melintang dalam dunia statistika, khususnya biostatistik, kiprahnya diakui di level internasional. Sejak 2001 hingga sekarang, ia menjadi pakar ternama di Karolinska Institute, Stockholm, Swedia dalam bidang keahlian Statistical Genetics, Biostatistics, Bioinformatics, dan Molecular Biology (Cancer).

Dialah Yudi Pawitan, seorang ilmuwan yang memiliki kursi professorship di Karolinska Institute Stockholm. Karolinska Institute adalah salah satu universitas kedokteran terbaik di muka bumi ini. Setiap tahun Karolinska Institute menyeleksi peraih hadiah Nobel di bidang fisiologi dan kedokteran.

Dari namanya, jelas ia orang Indonesia. Pendidikan SD, SMP, hingga SMA sang profesor ditempuh di Bogor, demikian juga dengan pendidikan sarjananya. Ia mengantongi gelar Sarjana Statistika dari IPB University pada tahun 1982.

Sempat bekerja di IBM Jakarta pada tahun itu, kemudian melanjutkan studi ke AS, tepatnya ke University of California Davis pada tahun 1983-1987, mendalami bidang yang diminatinya, yaitu statistika.

Setelah mendapatkan gelar doktor pada tahun 1987, ia sempat bekerja sebagai assistant professor di University of Washington pada tahun 1987-1991, sebagai lecturer di Unversity College Dublin pada tahun 1991-2001, dan akhirnya sebagai professor di Karolinska Institutet sejak 2001 hingga sekarang.

Kiprah Yudi Pawitan dalam dunia biostatistik dan genetika sudah diakui di level internasional. Selain aktif menulis publikasi ilmiah di berbagai jurnal kedokteran, ia juga telah menulis dua buah Text Boox: "In All Likelihood: Statistical modelling and inference using likelihood" yang diterbitkan oleh Oxford University Press tahun 2001 dan "Generalized Linear Models with Random Effects" pada tahun 2006 bersama Professor Lee dan Professor Nelder.

Menurut Google Scholar pada bulan Juni ini, jumlah kutipan (citation) ilmiahnya sudah lebih dari 22.000. Meski begitu, sosoknya selalu penuh kesederhanaan dan keramahan khas orang Indonesia.

Perjalanan hidupnya sebagai seorang peneliti yang membangun karier akademis di manca negara, bukanlah jalan yang mulus.

Yudi dilahirkan di Kota Hujan pada tahun 1960. Tumbuh dari keluarga pedagang yang sederhana dimana ayahnya bekerja sebagai pedagang batik dan ibunya sebagai ibu rumah tangga biasa.

Sebagai seorang remaja, Yudi muda telah memiliki motivasi yang kuat untuk menjadi seorang ilmuwan saat masih duduk di bangku SMA Regina Pacis Bogor. Setamat SMA pada tahun 1977, Yudi muda melanjutkan kuliah di jurusan statistik di IPB University.

Sempat terbersit keinginan kuat untuk menjadi dosen IPB University, namun perjalanan hidupnya saat itu membawa Yudi muda bekerja di perusahaan swasta yang bergerak di bidang komputer di Jakarta.

Kurang dari setahun bekerja, komunikasi yang intensif dengan sang kakak – Hidayat Pawitan, dosen di IPB Bogor yang saat itu sedang kuliah di negeri Paman Sam, membulatkan tekad Yudi muda untuk menuntut ilmu ke tempat yang sama.

Singkat cerita, pada tahun 1983, Yudi melamar dan diterima di program master di bidang statistik di University of California Davis (UC Davis). Cita cita sebagai seorang peneliti semakin mendekati kenyataan ketika gelar MSc dan PhD di bidang statistik, khususnya Time Series Analysis diselesaikan Yudi tahun 1987.

Banyaknya dukungan dana dari universitas dalam bentuk tunjangan sebagai Research Assistant atau Teaching Assistant saat itu, telah membuka kesempatan bagi siapapun untuk menyelesaikan studi di AS tanpa memerlukan sumber pendanaan dari beasiswa.

Setamat dari UC Davis, Yudi bekerja sebagai staf pengajar dan riset (Assistant Professor) di bidang biostatistics (Clinical Trialsdalam bidang cardiology) di University of Washington, Seattle.

Di tempat inilah Yudi menemukan tambatan hatinya seorang wanita asal Irlandia yang saat itu sedang menempuh pendidikan S3 di universitas yang sama.

Setelah menjalani karir akademis di Amerika Serikat selama empat tahun hingga tahun 1991, Yudi Pawitan memutuskan untuk hijrah ke Irlandia bersama keluarganya dan mengajar di University College Dublin.

Dalam pekerjaan baru di Irlandia ini, Professor Yudi banyak menghabiskan waktu baik untuk mengajar dan melakukan riset. Setelah berkiprah selama 10 tahun, ia sampai pada satu titik di mana dia ingin memfokuskan diri untuk meneliti.

Suatu kebetulan pada tahun 2001, Karolinska Institute di Stockholm membuka lowongan posisi professor di bidang Bio-Statistik, Yudi pun tertarik dan ingin mencoba karier akademis sebagai peneliti di Swedia.

Yudi akhirnya bergabung di Department of Medical Epidemiology and Biostatistics, dengan fokus penelitian dalam bidang statistical genetics dan molecular biology yang terkait dengan penelitian kanker.

Suatu pilihan yang tepat karena ternyata penelitian di bidang statistik di Swedia jauh lebih berkembang karena tersedianya data dan informasi secara terorganisir.

Yudi juga menekankan pentingnya untuk fokus pada keahlian kita karena tidak ada yang ahli di semua bidang.

”Beranilah mengambil keputusan untuk melakukan perubahan dalam berkarir apabila memang kondisinya tidak seperti yang kita inginkan dan janganlah melakukan sesuatu yang memang tidak kita sukai”, ujar professor yang gemar bermain bulutangkis ini.

Menurut Yudi, ada dua faktor yang mempengaruhi perjalanan hidupnya, yaitu keinginan kuat menjadi peneliti dan keberuntungan. Salah satu keberuntungannya adalah tentu pendidikan intelektual dan persiapan mental ketika diterima selama empat tahun di IPB.

Karena itu, semua orang bisa mengikuti jejaknya untuk menjadi peneliti atau ilmuwan di manca negara jika sudah memiliki faktor itu.

Yudi menegaskan, motivasi kuat dan sikap pantang menyerah adalah kunci utama untuk bisa belajar maupun berkarier di luar negeri. Selain itu, ia percaya kemampuan orang Indonesia secara intelektual cukup sejajar dengan bangsa lain. **

Tinggalkan Komentar