Merajut Asa di Puncak Astra
HIDUP di tengah keluarga dengan kemampuan yang terbatas, tak membuat Suparno Djasmin patah arang untuk meraih taraf hidup yang lebih baik.
Pria yang lahir di Singkawang, 7 Juli 1961 ini dengan penuh kesungguhan menempuh pendidikannya di Jurusan Teknologi Pangan, IPB University dan sambil bekerja ia juga mengikuti perkuliahan Fakultas Ekonomi (Program Ekstensi) Universitas Indonesia.
Suparno berhasil masuk ke IPB University melalui ujian Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK).
"Dulu harus menentukan hidup saya sendiri, orangtua saya sibuk berdagang. Mereka relatif tidak punya pengetahuan yang cukup. Kalau sekarang, kita sama anak selalu memberi konsultasi, perhatikan, dan lain-lain. Kalau dulu berbeda, sendirian. Enggak pulang saja enggak ditanyain, kasarnya. Jadi kita sendiri," kenang pria yang juga akrab dipanggil Abong itu.
Kualitas arah sudut pandang dan pengambilan keputusan pada masa remajanya, Abong mengaku sangat bergantung dengan lingkungan di luar keluarga. Guru di sekolah dan teman bermain menjadi motivator besar dalam menentukan arah hidupnya kala itu.
Mengemban pendidikan di IPB University, Suparno lantas melanjutkan hidupnya dengan indekos di Bogor, Jawa Barat.
Selama kuliah di IPB University, ia juga sempat memberikan les kepada orang lain agar mendapat uang tambahan.
"Saya termasuk mahasiwa yang bayarnya murah dan sering telat lagi. Dulu itu masuk IPB, satu semester biayanya cuma Rp 50.000 kalau tidak salah, itu tahun 1982," cetus Abong.
Dunia kerja sesungguhnya ia kejar setelah lulus dari bangku kuliah. Bahkan saking besarnya keinginan untuk cepat bekerja, Abong mengirimkan banyak lamaran dengan berbagai posisi kemana saja. "Pokoknya, 'seketerimanya'," kenang Abong.
Sampai akhirnya ia diterima sebagai pramuniaga di perusahaan bahan-bahan kimia Bush Box Ellen, semacam International Flavors & Fragrances (IFF) tetapi dari Inggris, produsen cita rasa makanan ringan anak-anak.
Pada awal kariernya, Abong kerap berkeliling Cibinong, Jawa Barat, mengunjungi pabrik-pabrik makanan ringan untuk menjajaki barang dagangannya.
Berkat les bahasa Inggris yang sempat dijalaninya waktu remaja, Abong mulai menuai hal positif dalam awal kariernya. Abong kerap diajak menemani Technical Advisor pekerja asing dari Inggris mengunjungi pabrik permen, makanan ringan, di Indonesia.
Selain menjadi pramuniaga, Abong juga penyambung lidah antara pebisnis lokal dengan orang asing. Dalam beberapa bulan berselang, Abong lantas menemukan kesempatan baru di salah satu anak perusahaan Grup Berca, yang menjual alat-alat laboratorium.
Sementara awal perkenalannya dengan Astra tak lain disebabkan karena hubungan spesial dengan calon istri waktu ia remaja.
Ketika Abong main ke rumah pacarnya, tak disangka banyak tetangga yang kerja di Astra, termasuk salah satu pentolan Grup Astra, Budi Setiadharma.
"Ketika saya melamar di Berca, sebenarnya saya juga melayangkan surat lamaran ke Astra," tuturnya.
Mengingat proses penerimaan di Astra relatif lama, karena harus melalui berbagai tahapan, mulai dari tes, wawancara satu, dua, penyaringan, periksa kesehatan, dan lain sebagainya, Abong kemudian memilih pindah ke Berca terlebih dahulu.
Berbeda dengan Astra, begitu Suparno diterima kerja di Berca, seminggu kemudian sudah langsung diminta masuk kerja.
Selang tiga sampai empat bulan bekerja, akhirnya Suparno mendapat kabar dari Astra kalau diterima bekerja.
Sempat bimbang, Suparno lantas mencari berbagai masukan dari sejumlah pihak. "Tapi, akhirnya saya putuskan, saya pindah ke Astra," beber Suparno.
Masuk Astra, Suparno masuk sebagai Management Trainee angkatan pertama di perusahaan, selama setahun. Ketika berstatus masih Management Trainee, gaji yang diterima hanya 40 persen dari yang ditawarkan. Jika tidak lulus, maka bisa dikeluarkan. Namun, dengan percaya diri, Suparno yakin dengan keputusannya pindah ke Astra.
Setelah lulus, Suparno pernah ditempatkan di divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (HRD) di Kantor Pusat Astra, Djuanda, Jakarta Pusat.
Menjadi direksi salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, PT Astra International Tbk tak pernah diimpikan Suparno Djasmin sebelumnya.
Suparno memulai karirnya di Grup Astra sejak 1987. Sebelumnya, Suparno menjabat sebagai Chief Executive Officer PT Astra International Tbk - Isuzu Sales Operation (2001-2007), lalu menjadi Chief Executive Officer PT Astra International Tbk - Daihatsu Sales Operation (2007-2013), Chief Executive Officer PT Astra International Tbk - Toyota Sales Operation (2013-2015), Wakil Presiden Direktur PT Toyota-Astra Motor (2014-2015) dan Wakil Komisaris Utama PT Bank Permata Tbk (2017-2020).
Diangkat pertama kali sebagai Direktur Perseroan berdasarkan keputusan RUPS Tahunan pada tanggal 29 April 2014. Saat ini ia menjabat berdasarkan keputusan RUPS Tahunan tanggal 19 April 2023.
Saat ini, Suparno dipercaya menampuk berbagai jabatan dan posisi, antara lain Presiden Komisaris PT Astra Sedaya Finance, PT Asuransi Astra Buana, PT Asuransi Jiwa Astra dan PT Federal International Finance, Wakil Presiden Komisaris PT Toyota Astra Financial Services, Komisaris PT Astra Honda Motor, Presiden Direktur PT Sedaya Multi Investama dan Ketua Dewan Pengawas Dana Pensiun Astra. Ia juga Director-in-Charge Astra Financial.
Di dunia organisasi dan kemasyarakatan, Abong juga turut aktif. Dalam kepengurusan Indonesia Marketing Association (IMA), Suparno Djasmin diangkat sebagai President IMA periode 2021-2023, lainnya Suparno memiliki kegiatan sosial otomotif sebagai anggota pada Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo). *