Sang Perintis Riset Beras Analog
Tahun 2016 lalu, IPB University berhasil meluncurkan dan memasarkan beras analog berbahan dasar jagung, singkong, dan sagu. Selain mudah dimasak dan rasanya mirip dengan beras padi, beras analog juga memiliki indeks glikemik rendah, tinggi serat, dan mengandung anti oksidan. Adalah Prof. Dr. Slamet Budijanto dan rekan-rekannya yang berhasil menciptakan inovasi beras analog itu.
Beras analog hasil penelitian Prof. Slamet cocok bagi penderita diabetes dan kolesterol tinggi atau yang diet kalori. Hasil inovasi produk pangan karyanya diproduksi dan dipasarkan PT Bogor Life Science and Technology (BLST), perusahaan milik IPB. Riset produk beras dari bahan nonberas ini mulai digarap sejak 2015.
Menurut lulusan jurusan Teknologi Pangan IPB tahun 1985 itu, diversifikasi pangan sudah ada sejak dulu di Indonesia. Di sejumlah daerah, masyarakat mengonsumsi jagung, sagu, dan umbi-umbian sebagai makanan pokok, tetapi beralih ke beras. Itu karena, antara lain, penampilan beras amat baik dan bisa dipadukan dengan berbagai kuliner.
Beras analog dibuat dengan teknologi ekstrusi. Jadi, butirannya mirip beras padi, bisa diproduksi massal, ditanak seperti beras padi, bahan baku 100 persen dari Indonesia, dan bisa ditambah vitamin atau mineral lain.
Saat ini, Prof. Slamet yang mendapatkan gelar S2 dan S3-nya di Universitas Tohoku, Jepang itu masih terus fokus pada perkembangan teknologi beras artifisial, perkembangan teknologi pengolahan produk pangan berbasis lokal, serta teknologi pengolahan lemak dan minyak.(*)