Dari Gawang ke Gawang
MATANG dalam melakukan pengelolaan, lelaki kelahiran Kembang Tanjong, Pidie, Aceh pada 23 September 1951 ini menjabat sebagai Komisaris Utama PT Brantas Energi (BREN).
Ramli Ibrahim memiliki latar belakang pendidikan yang mengesankan. Ia lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, pada tahun 1978, dan kemudian meraih gelar Master di Manajemen IPB University tahun 1997.
Sebelum menduduki posisinya saat ini, Ramli Ibrahim telah melalui perjalanan karir yang mengesankan. Ia pernah menjadi Komisaris Independen PT Brantas Abipraya (Persero) dari tahun 2011 hingga 2016 dan berhasil memperlihatkan komitmen dan dedikasinya terhadap perusahaan tersebut hingga dipercaya sebagai Komisaris Utama PT Brantas Energi (BREN).
PT Brantas Energi (BREN) merupakan anak perusahaan PT Brantas Abipraya (Persero). Perusahaan ini telah membuktikan keseriusannya dalam mendukung pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Belum lama ini, kolaborasinya dengan PT Sarana Multi Infrastuktur (Persero) (SMI) dilakukan untuk pembiayaan investasi dan dukungan dana hibah dari Palladium Internasional, Ltd. sebagai tonggak penting dalam upaya mereka dalam pengembangan Transisi Energi Rendah Karbon, melalui kerjasama dengan Pemerintah Kerajaan Inggris dan Republik Indonesia.
Perjanjian untuk mendukung tiga proyek Energi Terbarukan tenaga air dengan total kapasitas pembangkitan 7 MW ini disepakati sebagai bukti nyata kontribusi BREN dalam percepatan pengembangan energi rendah karbon di Indonesia.
Karir Ramli Ibrahim tidak hanya berkaitan dengan bisnis. Sebelumnya, ia memiliki peran dalam bidang pelayanan masyarakat.
Ramli pernah menjadi Deputi Pengawas pada Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias (2007-2009), serta Sekretaris BRR NAD-NIAS dari tahun 2005 hingga 2007. Ia juga memiliki pengalaman sebagai Inspektur Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2003-2005).
Prestasinya yang mengesankan tidak berhenti sampai disana. Pada tahun 2000-2003, Ramli Ibrahim menjabat sebagai Direktur Investasi dan Kemitraan Departemen Transmigrasi, serta menjadi Kepala Transmigrasi wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat (1997-2000). Ia juga pernah menjadi Direktur PT Bintang Aceh Motor (1978-1980) dan Komisaris PT Jampee Tujoh (1984-1986).
Selain berkontribusi dalam dunia bisnis dan pelayanan masyarakat, Ramli Ibrahim juga kerap dipercaya dalam menangani pengelolaan di dunia olahrga.
Bagi fans sepakbola Persiraja Banda Aceh generasi 80-an, tentu sudah tak asing lagi dengan sosok pria satu ini. Ia juga pernah menjadi anggota Komite Disiplin Kepengurusan PSSI periode 2011 hingga 2015.
Ia pernah menjadi petinggi di klub kebanggaan masyarakat Aceh ini, lalu hijrah menjadi petinggi di cabang olahraga lain yang jauh sekali dengan dunia sepakbola.
Ramli Ibrahim pernah menjadi Presiden Persiraja Banda Aceh tahun 1988 yang kini memimpin klub golf tertua di Indonesia atau nomor dua tertua di ASEAN.
Ditanya apa perbedaan saat memimpin organisasi golf dengan sepakbola, Ramli Ibrahim mengaku ada perbedaan yang begitu jauh antara memanajemen kedua cabang olahraga ini.
Ia berujar, golf secara latar belakang ada yang berasal dari sipil, TNI, orang tua, mantan pejabat seperti menteri dan sebagainya.
Sementara mengenai dunia si kulit bundar sedikit berbeda, ia menekankan permasalahan pokok dunia sepakbola profesional dalam segi manajemen, ada di urusan finansial klub.
"Memang mengurus sepakbola ini terus terang saja yang paling pokok kan masalah uang," kata Ramli Ibrahim.
Ramli menjabat sebagai Presiden Jakarta Golf Club (JGC) untuk periode 2019-2024. Pengalaman 16 tahunnya di JGC telah memberinya pemahaman yang mendalam tentang klub tersebut, dari peran sebagai komite, sekretaris, hingga vice president.
JGC memiliki sejarah panjang sebagai lapangan golf tertua di Asia, dimulai sejak tahun 1872 dengan nama Batavia Golf Club, yang kemudian berkembang menjadi Jakarta Golf Club.
Ramli Ibrahim menjadi orang pertama dan satu-satunya asal Aceh yang memimpin Jakarta Golf Club, klub olahraga elite di ibu kota negara.
Tak heran jika Ramli Ibrahim juga kerap aktif mempromosikan produk lokal kopi Gayo di Jakarta yang disebutnya sebagai wine coffee.
"Itu kopi fermentasi, banyak sekali yang senang di sini. Itu menarik sekali, wine coffee. Jadi warnanya seperti wine tapi ini non-alkohol," terangnya.
Dedikasi dan pemikirannya seolah tak pernah lelah menjawab berbagai kebutuhan pengelolaan yang dipercayakan kepadanya. Ramli tak pernah lelah berlari dari gawang ke gawang.*