Menjaga Harapan untuk Owa Jawa
Rahayu Oktaviani, akrab disapa Ayu, adalah sosok inspiratif di balik upaya pelestarian owa jawa, satu-satunya spesies kera kecil yang tersisa di Pulau Jawa. Sebagai alumni IPB University dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (KSHE), Fakultas Kehutanan dan Lingkungan, Ayu telah mendedikasikan hampir dua dekade hidupnya untuk memahami, melindungi, dan menyuarakan pentingnya keberadaan primata endemik ini.
Perjuangannya diakui di tingkat nasional dan internasional, puncaknya ketika ia meraih Whitley Award 2025, penghargaan bergengsi dari Whitley Fund for Nature (WFN), organisasi amal yang berbasis di Inggris.
Ayu menempuh pendidikan sarjana di IPB University dari tahun 2004 hingga 2009. Masa kuliah menjadi titik awal pertemuan Ayu dengan owa jawa. Saat menyusun skripsi, rencananya untuk meneliti orang utan harus berubah karena keterbatasan biaya. Dosen pembimbingnya mengarahkan Ayu untuk fokus pada owa jawa di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Dari pengalaman lapangan ini, lahir ketertarikan yang mendalam. “Suara owa jawa jadi salah satu suara paling indah yang saya dengar di alam. Dari situ saya jatuh cinta,” kenangnya. Ia melanjutkan studi magister di Ewha Womans University, Korea Selatan, lewat beasiswa Ewha Global Partnership Program, memperluas perspektif ekologisnya dan memperkuat dasar ilmiah penelitiannya.
Sejak 2008, Ayu konsisten meneliti primata, khususnya owa jawa. Ia pernah menjadi research assistant di Siberut Conservation Project dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Pengalaman penting lainnya adalah ketika ia menjadi Project Manager di Javan Gibbon Research and Conservation Project (2014–2020), yang berhasil membawa owa jawa ke tengah perhatian publik lewat kampanye konservasi.
Puncaknya adalah pendirian Yayasan Konservasi Ekosistem Alam Nusantara (KIARA) pada 2020, di mana Ayu menjabat sebagai Direktur. KIARA mengusung pendekatan holistik melalui tiga pilar: riset ilmiah, pendidikan konservasi, dan pemberdayaan masyarakat. Ayu percaya pelestarian bukan sekadar tentang satwa, melainkan juga tentang membangun kesadaran dan partisipasi manusia sebagai bagian dari ekosistem.
“Kadang ada anggapan bahwa manusia adalah makhluk yang terpisah dari ekosistem, padahal sejatinya manusia itu bagian dari ekosistem,” ungkapnya.
Sepanjang kariernya, Ayu telah meraih berbagai penghargaan bergengsi tingkat nasional dan internasional atas dedikasinya dalam konservasi primata, khususnya owa jawa. Ia dianugerahi Whitley Award 2025 dari Whitley Fund for Nature, serta menerima Women in Conservation Award 2024 dari Denver Zoo. Pada 2023, ia memperoleh Conservationist Award dan Kyes Award dari American Society of Primatologists.
Sebelumnya, pada 2020, Ayu juga mendapatkan Charles Southwick Award dari International Primatological Society, terpilih dalam program kepemimpinan National Geographic, menjadi Flag Carrier untuk Wings Worldquest, dan Women’s Earth Alliance Grassroots Accelerator Leader 2020.
Ayu juga sempat menjadi figur utama dalam film dokumenter “Melihat Indonesia: Perempuan di Sarang Owa” produksi Eagle Institute Indonesia.
Tak hanya itu, ia pun menulis buku cerita anak terinspirasi dari pengalaman langsungnya di hutan, sebuah cara menyampaikan semangat konservasi pada generasi muda.
Ayu menegaskan pentingnya peran akademisi dan alumni IPB University dalam upaya konservasi.
“Bayangkan jika setiap alumni IPB University punya spesifikasi untuk upaya pelestarian setiap jenis primata, berarti kita sudah bisa berdikari sebagai peneliti dari Indonesia,” ungkapnya.
Rahayu Oktaviani bukan sekadar peneliti primata. Ia adalah penggerak, pendidik, dan suara bagi hutan-hutan Jawa yang mulai sunyi. Melalui kerja keras, dedikasi, dan semangat pantang menyerah, Ayu membuktikan bahwa ilmu dan cinta pada alam dapat mengubah dunia.