Harus Optimis dan Mau Belajar
SDM yang berkualitas, produktif, dan menguasai teknologi, merupakan visi Indonesia pada tahun 2045 untuk menjadi negara dengan pendapatan tertinggi dan ekonomi terbesar dunia. Sayangnya hal tersebut tidak mungkin tercapai jika stunting masih menjadi permasalahan utama yang membayangi SDM di Indonesia.
Stunting dapat terjadi pada berbagai profil keluarga, namun umumnya anak stunting lebih banyak ditemui pada keluarga dengan KK tidak tamat SD, ibu terlalu muda, dan anak yang lahir dengan BBLR.
Dalam hal ini, penduduk miskin cenderung memiliki prevalensi stunting lebih tinggi dibanding, dan hampir 4-54% penduduk Indonesia tidak dapat menjangkau kebutuhan minimal makanan bergizi.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Pungkas Bahjuri Ali, memaparkan hal itu dalam sebuah kesempatan seminar.
Pungkas mengurai bahwa bantuan sosial dapat menjadi strategi kunci untuk dimanfaatkan untuk peningkatan gizi keluarga penerima manfaat dengan 1.000 HPK.
Pungkas memang fokus melakukan upaya pemahaman mengenai hal itu. Tugasnya sebagai Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas dijalankan dengan melaksanakan koordinasi dan perumusan kebijakan, sinkronisasi pelaksanaan kebijakan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian, serta penyusunan prakarsa strategis pembangunan lintas sektor perencanaan pembangunan nasional di bidang kesehatan dan gizi masyarakat.
Menurut lelaki yang gemar berolahrga ini, diperlukan kerja keras untuk mendorong peningkatan SDM dan kesadaran masyarakat dalam menangani stunting. Posisinya saat ini yang berfokus di bidang kesehatan dan gizi masyarakat, diraih melalui pembelajaran yang panjang.
Ia bercerita, kesuksesan yang diraihnya saat ini merupakan buah dari kerja kerasnya semasa kuliah. Ia rajin berkontribusi di organisasi kemahasiswaan yang menjadi sarananya untuk membangun soft skill. Soft skill tersebut dapat berupa kemampuan berkolaborasi, maupun mengatur waktu.
"Alumni IPB University tidak melulu harus terjun ke bidang pertanian, namun dapat menjurus ke bidang apapun. Kuncinya adalah selalu bersikap optimis, kerja keras, dan mau belajar," kata Pungkas yang pernah meniti karier sebagai peneliti di Bappenas dan pernah menjabat Kepala Subdirektorat Kesehatan Masyarakat Bappenas.
Selama beraktivitas di Bappenas, Pungkas juga terus mengasah kemampuan dalam perencanaan dan budgeting. Ia juga belajar mengenai anggaran program dan koordinasi. Ia bahkan giat menulis dan sering menjadi editor untuk berbagai penulisan baik buku maupun laporan.
Ia pun sering mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai pelatihan serta bertemu tokoh-tokoh penting, seperti petinggi World Health Organization (WHO).
Dalam tugasnya, termasuk menjadi pembicara di berbagai simposium, diskusi dan forum ia bisa keliling Indonesia dan berkunjung ke beberapa negara. Ia berharap sharing pengalamannya tersebut dapat menjadi motivasi terutama bagi perjuangan mahasiswa yang masih mengenyam pendidikan di IPB University.
Menurut Pungkas, potensi teknologi kekinian juga dapat menjadi jalan menuju kesuksesaan, entah dalam berbisnis maupun di bidang lainnya.
“Motivasi untuk meraih kesuksesan ialah akhlak yang baik, selalu optimistis dan kerja keras. Selain itu, tidak pernah puas akan perolehan diri dan jarang mengeluh atas kesulitan yang ada,” ujar alumnus Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan IPB University ini.
Lulus dari SMA Negeri 1 Pringsewu Lampung, Pungkas memilih mendalami teknologi pangan dan memilih pendidikan di Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB University pada 1990.
Saat masaih kuliah, Pungkas aktif sebagai pengurus Senat Mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian IPB 1992-1993.
"Dulu, ketika saya diterima di IPB University, kambing dan sawah turut 'mengantarkan' saya ke Bogor. Setelah itu saya harus berjuang untuk terus bertahan di kampus. Alhamdulillah beasiswa sangat menolong saya hingga meraih gelar sarjana. Tidak hanya itu, beasiswa mengantarkan saya mendapatkan gelar S2 di New York dan gelar S3 di Canberra." tutur Pungkas.
Beasiswa yang didapatkan oleh Pungkas mengubah nasibnya. Ia melanjutkan pendidikan di Decision Sciences and Engineering System di Rensselaer Polytechnic Institute (RPI), New York, Amerika pada 1997. Lalu mengambil gelar PhD di jurusan Demography and Sosial Research di The Australian National University (AUN) Canberra dan lulus pada tahun 2009.
Selain kini menjadi Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas , ia juga aktif sebagai salah satu ketua di Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia (PERGIZI Pangan Indonesia).
Cara berpikir yang luas juga dinilai penting, serta didukung kemampuan bersosialisasi yang baik.
Kemampuan bersosialisasi dan bekerjasama amat krusial di dunia kerja karena pekerjaan individual sudah hampir tergerus zaman. Penting pula bagi mahasiswa untuk menyetel limit target setinggi-tingginya,sehingga SDM kian terlatih.
"Kita harus bekerja keras dan bekerja ekstra, jangan menyetel target yang rendah, limit kita jangan rendah," jelas penggemar burung kicau ini.
Menurut dia, sikap optimistis bila diikuti kerja keras merupakan hal yang harus didahulukan. Menurutnya, bila seseorang sudah menyerah sebelum berperang maka kesuksesan hanya sekadar impian belaka. Penting bagi seseorang untuk bekerja sebaik mungkin bila dihadapkan pada suatu pekerjaan.
Ia juga berpesan agar tidak terlalu terbawa teori dalam menghadapi permasalahan, karena fakta di lapangan dapat bervariasi. Sehingga, seseorang dituntut harus selalu dapat beradaptasi dan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah. ***