Nitya Ade Santi

Doktor Termuda Tanpa Biaya

Nitya Ade Santi mencetak rekor baru IPB University atas pencapaiannya menyandang gelar Dr di usia 25 tahun.

Ia sendiri semula tak pernah mengira, baginya program doktor merupakan hal mustahil mengingat orang tuanya yang merupakan guru SD dan buruh pabrik. “Sewaktu kecil saya ingin menjadi guru, namun setelah mendapat gelar doktor saya bercita-cita menjadi guru besar,” begitu tuturnya.

Anak kedua dari dua bersaudara ini lahir di Karanganyar, 17 Februari 1997. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Purwoto dan Sri Yanti yang sangat memperhatikan pendidikan. Kakak laki-laki satu-satunya, Ananta Ade Kurniawan juga berhasil menamatkan kuliahnya di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

Saat masuk SD, Nitya masih sangat muda, baru 5 tahun. Tak heran jika saat lulus SDN Jetis 2 Sambirejo, Sragen usianya baru 11 tahun.

Ditambah lagi, Nitya mengambil kelas akselerasi saat melanjutkan sekolah ke SMPN 1 Sragen. Ia hanya butuh dua tahun untuk lulus SMP. Nitya kemudian masuk SMA Negeri 2 Sragen dan lulus di usia 16 tahun.

Ia lantas menempuh pendidikan S1 Manajemen Hutan IPB University dan lulus di usia 20 tahun. Nitya lantas melanjutkan studi S2 mengambil Pengelolaan Hutan IPB University dan S2 di Tropical International Forestry di University of Gottingen, Jerman. Ia lulus di usia 23 tahun. Dua tahun berselang, Nitya berhasil menyelesaikan S3 Ilmu Pengelolaan Hutan IPB University.

Tapi karena kepintarannya, Nitya tak perlu meminta orang tua untuk membiayai kuliahnya. Pasalnya, ia mendapat beasiswa sejak ia menempuh S1 hingga S3.

Nitya mendapatkan beberapa beasiswa dalam proses pendidikannya yaitu Tanoto Foundation, ia juga berkesempatan keliling Eropa dengan dibiayai beasiswa Erasmus+ KeyAction 107, dan Pendidikan Magister menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Karena itulah Nitya selama masa studi sejak sarjana hingga doktor ia tempuh tanpa biaya.

Meski begitu, perjuangannya meraih gelar doktor bukanlah hal yang mudah. “Gak nyangka bisa sampai di tahap ini. Ternyata seberat dan semelelahkan ini aku bisa survive,” ungkapnya.


Nitya bertutur, untuk menyelesaikan tahap pendidikan S3 dengan penelitian yang sangat banyak dan dalam usia yang masih muda, jelas secara mental Nitya merasa belum siap. Terlebih pikirannya juga harus fokus menjalankan bidang keilmuan yang ditekuninya. Belum lagi secara fisik, energinya kerap kali habis terkuras.

Selama kuliah S3 Nitya juga harus merelakan diri mengurangi waktu tidur. Berbagai tugas sering dikerjakannya hingga subuh. Sepanjang itu, Nitya hampir tidak punya waktu untuk beristirahat hingga tetap harus mengerjakan disertasi di hari libur.

“Itu sangat melelahkan buat saya. Pernah hampir menyerah karena kondisinya seberat itu. Tapi pada akhirnya survive juga,” ucap perempuan yang hobi masak dan main game ini.

Kerja kerasnya tak sia-sia. Melalui sidang tertutup pada Selasa, 7 Juni 2022 lalu dan sidang terbuka pada 28 Juni 2022, Nitya mengajukan disertasi berjudul "Pengembangan Metode Pengukuran Tingkat Keparahan Kebakaran dan Regenerasi Vegetasi menggunakan Analisis Multi Waktu Langsung”, ia dinilai menemukan metode yang andal untuk mendeteksi kerusakan dan pertumbuhan vegetasi akibat kebakaran.

Nitya akhirnya diganjar gelar Doktor dan dijadwalkan wisuda secara formal oleh IPB University pada Rabu, 10 Agustus 2022.

Selama masa studi Nitya dibimbing oleh tiga profesor yang ahli dibidang remote sensing, GIS serta kebakaran hutan, yaitu Prof I Nengah Surati Jaya, Prof Muhamad Buce Saleh, dan Prof Lailan Syaufina. Karenanya, kriteria perubahan yang terjadi akibat kebakaran hutan juga dapat ditemukan dengan menggunakan remote sensing.

Nitya juga sering menjadi pembicara pada bidang yang ia teliti tersebut, yaitu deteksi perubahan tutupan lahan di lokasi terbakar menggunakan remote sensing.

Nitya juga aktif menjadi peneliti di FORCI (Center for Forestry Organizational Capacity and Institutional Studies), pernah bekerja sebagai tenaga ahli di Badan Informasi Geospasial (BIG) dan tenaga ahli di Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait kegiatan pembuatan peta kebakaran hutan, manual pengendalian kebakaran hutan dan lahan, serta peningkatan cadangan karbon untuk kehutanan dan penggunaan lahan lainnya (FoLU) Indonesia 2030.

Hal tersebut ia lakukan sebagai wujud pengabdiannya untuk membantu pemerintah di negeri ini dalam menangani kasus kebakaran hutan dan lahan.

Melalui penelitiannya, Nitya berharap agar dapat memperoleh metode yang mudah, murah, dan cepat dalam mendetaksi area terbakar, keparahan kebakaran, serta perubahan yang terjadi pasca kebakaran.

Ia juga telah mempublikasikan hasil risetnya pada 8 jurnal ilmiah dan seminar bertaraf internasional. Beberapa kesempatan menempatkan Nitya sebagai pembicara diantaranya di The 6th International Symposium on LAPAN-IPB Satellite 2019 dan The 7th International Symposium on Strategies for Sustainability in Food Production, Agriculture, and the Environment 2021.

Sementara karya ilmiah yang dipublikasikannya antara lain dalam Journal of Tropical Forest Management, Journal Telecommunication, Computing, Electronics and Control yang sejak 2019 rutin dipublikasikan hingga karya ilmiahnya terakhir pada 2022 mengetengahkan studi kasus kebakaran hutan di Sumatera Selatan yang tengah direview dalam Int Journal of Wildland Fire.

Ia berharap, hasil perjuangannya menempuh pendidikan di IPB University bisa membawa perubahan bagi Indonesia dan lingkungan hidup. “Semoga ilmu yang kita dapat dari kampus dapat digunakan sebijak mungkin untuk kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan,” pungkasnya. ***

Tinggalkan Komentar