Lulus Kuliah, Turun ke Sawah, Bangun ‘Desa Organik’
Sebagai Lumbung padi, Kabupaten Subang kini tengah tengah di kepung Industrialisasi. Lahan pertanian kian banyak tergerus Industri. Anak-anak muda berbondong-bondong mencari pekerjaan di pabrik. Bahkan mereka yang memiliki warisan lahan sawah yang luas pun lebih memilih menjual sawahnya dari pada meneruskan profesi orang tuanya.
Namun, tidak demikian dengan Dedi Mulyadi, Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) 2008 kelahiran kampung Bugel, desa Pringkasap, kecamatan Pabuaran, Kabupaten Subang ini lebih memilih mendedikasikan dirinya untuk pengembangan pertanian di desanya. Dirinya lebih memilih menjadi penyuluh sekaligus petani di daerahnya.
“Walaupun sebagian teman-teman saya bekerja di perusahaan dengan gaji yang menggiurkan, saya tidak tertarik, saya lebih tertarik untuk memecahkan permasalahan pertanian,†ujarnya.
Sejak lulus kuliah tahun 2012, dirinya lansung terjun ke masyarakat untuk mengembangkan pertanian di daerahnya. Dedi mulai berfikir untuk menginisiasi pengembangan pertanian padi organik, karena pangsa pasar untuk padi jenis ini dinilai cukup tinggi. Pada tahun yang sama dirinya mulai melakukan tahapan ujicoba penanaman padi organik. Dimulai dengan mempersiapkan berbagai macam sarana produksi nya mulai dari ameliorant untuk memperbaiki dan mempercepat kesuburan tanah, rhizobacteria, mikroorganisme lokal dan pestisida nabati.
Awalnya, hanya dirinya dan 2 orang rekannya yang memulai uji coba penanaman padi organik ini dengan luas lahan 1 hektar, namun kemudian terus bertambah, hingga pada tahun 2013 dibentuklah komunitas petani organik Paguyuban Bumi Mandiri dengan 24 orang anggota.
Tahun 2013 mulai masuk ke tahap optimalisasi lahan, intinya perbaikan tanah karena penggunaan bahan kimia baik pupuk dan pestisida sudah dilakukan sejak lama. Pada tahap ini dilakukan penggunaan mikroba, penambahan bahan organik dan perbaikan ekosistem sawah. Dari tahap inilah Dinas Pertanian Kabupaten Subang mulai terlibat pembinaan pengembangan padi organik ini.
“Nah, tahun 2014 kita baru mulai ke arah budidaya, yang kita gunakan adalah prinsip SRI (System of Rice Intensification). Prinsipnya adalah gimana caranya agar budidaya padi bisa menghasilkan panen yang optimal,†ujar Dedi.
“Alhamdulillah sebelum 2016 juga kita sudah jalan di beras organik dengan berbagai kekurangan, baik kemasan ataupun peralatan, †katanya.
Kemudian pada tahun 2016 daerahnya mulai dicanangkan untuk menjadi desa organik yang didukung oleh Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat dan Dinas Pertanian Kabupaten Subang. Pada tahun yang sama juga dirinya mencoba untuk melakukan proses sertifikasi organik dari Inofice.
"Alhamdulillah setelah diverifikasi dari provinsi, kita lolos menjadi salah satu desa organik dari 1000 desa organik yang merupakan salah satu program Nawacita Presiden,†ungkap Dedi.
Bukan hal mudah bagi Dedi untuk mensosialisasikan pertanian organik kepada masyarakat. Pada awalnya, rata-rata petani menolak idenya ini, namun kemudian dengan keuletannya, perlahan-lahan mulai banyak yang mengikuti.
“Kita pake pendekatan keluarga dengan cara “satu petak satu keluargaâ€. Maksudnya kita mengajak satu keluarga menanam satu petak padi organik untuk kebutuhan keluarganya sendiri. Anak istri kita kan perlu makanan terbaik, salahsatunya makanan pokok, cara nya ya dengan budidaya organik tadi. Dari sana Alhamdulillah, yang tadinya cuma satu petak, kini nambah nambah terus,†jelasnya.
Dari 1 hektar di tahun 2012, pada tahun 2016 sudah 5,6 hektar yang sudah tersertifikasi dan 52 hektar dalam proses pengajuan tahun 2017. Sedangkan tahun depan ditargketkan 100 hektar yang sudah tersertifikasi.
Berkat kegigihannya inilah kemudian Dedi dianugerahi penghargaan penyuluh teladan tahun 2015, sedangkan Paguyuban Bumi Mandiri menjadi salah satu nominasi lomba kelompok berprestasi tingkat nasional.
Dedi berharap kedepan pertanian organik bisa semakin di galakan dan tidak hanya untuk tanaman padi saja, tapi juga ke tanaman lain. Selian itu dirinya berharap Pemkab menginisiasi peluang pasar dan mempermudah akses permodalan.
“Saya juga berharap alih fungsi lahan pertanian karena industri di hindari, terutama di lahan lahan produktif. Lahan produktif harus dijadikan lahan pertanian abadi,†ungkap Alumni IPB lulusan jurusan Teknologi Produksi dan Pengembangan Masyarakat Pertanian ini.(all/net)
Artikel ini dilansir dari: