Jajah Koswara

Peneliti Jagung Hibrida Pertama Indonesia

Prof. Dr. Jajah Koswara adalah nama yang tak bisa dilepaskan dari sejarah pertanian modern di Indonesia, khususnya dalam pengembangan jagung hibrida. Lahir di Sumedang pada 9 Desember 1941, perjalanan hidupnya adalah cerminan dari ketekunan dan dedikasi, yang tak hanya memberi dampak besar pada dunia akademik, namun juga pada kehidupan petani di seluruh negeri.

Lahir dari sepasang guru dengan kakek-nenek petani, Prof. Jajah Koswara tumbuh dalam lingkungan yang menjunjung tinggi pendidikan dan kerja keras. Ayahnya menanamkan kedisiplinan, sementara ibunya mengajarkan keterampilan hidup, membuka pandangan Prof. Jajah tentang pentingnya mandiri.

Masa kecil Prof. Jajah dihabiskan berpindah-pindah mengikuti tugas orang tuanya, dari Sumedang ke Bandung, lalu Cirebon. Setelah menamatkan SMA, sebuah pilihan penting dihadapinya: diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) dan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung. Namun, ia memilih jalan yang berbeda. Atas dasar latar belakang keluarganya sebagai petani, Prof. Jajah memilih jurusan pertanian di UI. Sebuah pilihan yang visioner, yang mengantarkannya pada jalan pengabdian seumur hidup.

Pada tahun 1964, Prof. Jajah menyelesaikan pendidikannya sebagai bagian dari angkatan pertama Institut Pertanian Bogor (IPB). Ia merupakan mahasiswa tercepat yang lulus di angkatannya, menunjukkan kecerdasannya yang luar biasa sejak awal.

Perjalanannya ke Amerika Serikat membawa babak baru dalam karier akademiknya. Pada tahun 1970, ia dikirim ke Universitas Wisconsin–Madison sebagai bagian dari program kerja sama IPB. Di sanalah ia meraih gelar magister pada 1973 dan gelar doktor pada 1975.

Selama studi doktoralnya, Prof. Jajah Koswara memulai penelitian yang kelak mengubah pertanian Indonesia: pengembangan varietas jagung hibrida. Pada akhir 1970-an, ia memperkenalkan jagung manis dan mulai mengembangkan jagung muda yang cocok dengan iklim tropis.

Hasil dari penelitian panjangnya adalah varietas jagung hibrida IPB-4, yang berhasil dibudidayakan pada tahun 1985. Keberhasilan ini memberinya banyak penghargaan, termasuk hadiah 3 juta rupiah dari DPD Golkar Jawa Barat atas kontribusinya bagi pertanian di Pandeglang. Pada 1987, ia menerima penghargaan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan pada 1993, ia dianugerahi Penghargaan Ikatan Insinyur Indonesia dari B. J. Habibie. Universitas Wisconsin–Madison pun memberinya gelar doktor kehormatan pada 1991, sebuah pengakuan internasional atas karyanya.

Karier Prof. Jajah Koswara tak berhenti di laboratorium. Ia menjabat sebagai Wakil Dekan II Fakultas Pascasarjana IPB dari tahun 1983 hingga 1989. Setelah itu, pada 14 Maret 1989, ia dilantik sebagai Direktur Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat pada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Jabatan ini diembannya selama 13 tahun, di bawah tiga direktur jenderal dan enam menteri yang berbeda.

Prof. Jajah bertanggung jawab untuk memperkenalkan dan mengembangkan berbagai program penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, seperti skema hibah penelitian kompetitif, sistem voucher, dan program penelitian di universitas untuk mahasiswa pascasarjana (URGE, University Research for Graduate Education). Pada tahun 2001, ia memperkenalkan Program Kreativitas Mahasiswa yang didanai pemerintah, yang terdiri dari kreativitas mahasiswa dalam penelitian, penerapan teknologi, kewirausahaan, pengabdian masyarakat, dan penulisan ilmiah.

Setelah masa jabatannya berakhir, Prof. Jajah Koswara kembali mengajar di IPB dan menerbitkan otobiografinya, Never Ending Life Lessons: There's Still a Long Way to Go, pada tahun 2007. 

Pada 17 Maret 2011, sosok inspiratif ini berpulang, meninggalkan warisan tak ternilai bagi dunia pertanian dan pendidikan tinggi. Kisahnya menjadi pengingat bahwa dengan ketekunan dan semangat pengabdian, satu orang dapat menciptakan gelombang perubahan yang terus mengalir, membangun masa depan pertanian yang lebih baik.

Tinggalkan Komentar