Penyelamat Ikan Langka
Sejumlah masalah menghantui kelestarian Danau Lut Tawar di Kabupaten Aceh Tengah, Aceh. Menyusutnya debit air, menurunnya kualitas air, menghilangnya beberapa spesies ikan endemik, hingga mendangkalnya cekungan danau adalah persoalan utama yang terjadi dan harus diselesaikan.
Satu spesies endemik Danau Lut Tawar yang kondisinya terancam punah adalah ikan depik [Rasbora tawarensis] yang populasinya menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Hal ini diduga, terjadinya perubahan signifikan pada ekosistem danau membuat ikan depik tidak mampu lagi beradaptasi.
Depik merupakan satu dari sekian banyak ikan langka di nusantara. Dikatakan langka, karena populasi ikan endemik yang hidup di Danau Laut Tawar Kabupaten Aceh Tengah ini semakin menurun, dikhawatirkan akan mengalami kepunahan.
Ikan Depik juga sangat diminati warga, termasuk sebagai sajian favorit dalam setiap perjamuan.
Karena kelangkaannya, harga ikan yang panjangnya 8 cm dan lebarnya 2 cm itu terus terkatrol. Harganya sudah berada pada titik tertinggi. Misalnya harga ikan Depik yang ditangkap dengan didisen mencapai Rp 40 ribu untuk 1 liter di Pasar Ikan Takengon.
Menjaring Depik bukan dilakukan oleh 1 atau 2 orang, tetapi oleh puluhan sampai ratusan orang.
Depik benar-benar ikan kecil malang, lebih malang dari nasib Nemo. Depik hampir tidak memiliki jalan menuju tempat memijah, beberapa sumber mata air dingin di sisi utara danau. Sebab, perjalanan atau migrasi dari sisi selatan danau harus dihentikan oleh ratusan jaring nilon yang ditebar warga.
Jutaan bahkan milyaran ekor ikan Depik betina menggelepar, terpapar rajutan benang-benang nilon. Depik yang seharusnya memijah jutaan telor dari perutnya, terpaksa harus merelakan perut buncit itu dijadikan gulai Depik Pengat atau Depik Dedah. Santapan istimewa dan paling dicari warga disana. Ikan Depik akan segera punah.
Itu isu paling mengkhawatirkan yang beredar dikalangan para pencinta lingkungan. Mereka berpikir keras, bagaimana cara menyelamatkan populasi ikan Depik.
Ditengah kekhawatiran warga dan pencinta lingkungan terhadap punahnya ikan Depik, muncul seorang alumnus IPB University bernama Iwan Hasri.
Iwan Hasri pemerhati perikanan di Aceh Tengah, kepada media di Aceh, pernah mengatakan, hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan, ikan-ikan tersebut mati karena juga kekurangan oksigen.
“Kematian ikan terjadi akibat umbalan atau upwelling, peristiwa alam berupa pengadukan atau pembalikan air dari lapisan bawah ke permukaan dan sebaliknya, yang diakibatkan hujan berkepanjangan. Juga, karena tidak munculnya matahari dan tidak berhembusnya angin yang menciptakan hujan, sehingga terjadi low oxygen,” jelasnya.
Hal tersebut biasa terjadi, namun karena pencemaran yang tinggi di Danau Lut Tawar, menyebabkan oksigen dasar mendekati nol. Saat terjadi umbalan, ikan-ikan kesulitan bernapas dan mati.
“Ikan yang hidup bebas, bisa menghindar meskipun lemas, sementara ikan di keramba tidak bisa menghindar,” ujar lelaki yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pemberdayaan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Dinas Perikanan Kabupaten Aceh Tengah.
Anak muda pelopor ini lahir di Takengon 18 Juni 1983, dikenal sebagai sosok yang cukup peduli terhadap keberlanjutan populasi ikan Depik dan ikan Jurong (Tor.sp).
Dari sebuah hatchery kecil di Balai Benih Ikan (BBI) Lukup Badak Takengon, alumni Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University yang lulus pada tahun 2000 ini mulai melakukan berbagai eksperimen terhadap kemungkinan memijah ikan Depik.
Cukup lama waktu yang dibutuhkan anak muda itu, sampai akhirnya menemukan suatu teknik memijah ikan Depik.
“Kita biasakan memberikan pakan pelet untuk larva ikan Depik saat memasuki usia 30 hari. Kalau sudah mau makan pelet, ikan itu akan bisa dibudidayakan,” sebut Iwan Hasri yang pernah menjabat sebagai Kepala Balai Benih Ikan (BBI) Lukub Badak, Pegasing, Aceh Tengah.
Di tengah kesibukannya, Iwan juga masih aktif melakukan berbagai penelitian. Selain habitat ikan, ia juga dikenal sebagai spesialis peneliti danau laut tawar. Ia juga tercatat sebagai peneliti di Masyarakat Iktiologi Indonesia.
Iwan juga mengabdikan keilmuannya tentang iklan dan ekologi perairan sebagai dosen dan Ketua Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Putih Takengon. Ia juga cukup produktif mempublikasikan berbagai karya ilmiah di berbagai jurnal.***