Angin Segar untuk Generasi Cerdas Iklim
Ikrom dan iklim seolah dua hal yang tak terpisahkan. Alumni Fakultas MIPA jurusan Geofisika dan Meteorologi IPB University bernama lengkap Ikrom Mustofa ini, memang banyak berinvestasi dalam pemberdayaan gerakan pemuda untuk perubahan iklim.
Lahir di Kampar, 6 Oktober 1993, alumnus yang pernah menjadi Kepala Divisi Kebijakan Bencana Pusat Studi Bencana IPB University ini, sekarang menjabat sebagai Direktur PIAREA Institute, sejak 2019. Perusahaan ini bergerak di bidang konsultan iklim, lingkungan dan informasi teknologi serta penyedia layanan pendidikan dan pelatihan professional berbasis digital.
Pada 2020, ia mengkoordinir tim untuk menyusun roadmap Nationally Determined Contribution (NDC) bersama Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) dan GIZ yang akan dijadikan sebagai komitmen pengarusutamaan aksi adaptasi perubahan iklim.
Selain itu, Ikrom dan timnya juga aktif mengerjakan aktivitas literasi, aksi, dan advokasi iklim bekerjasama dengan berbagai organisasi internasional seperti UNICEF, UNDP, Islamic Relief, STC, dan organisasi lainnya.
Ikrom juga pendiri GCI, sebuah yayasan yang namanya diterjemahkan menjadi “Generasi Cerdas Iklim”. Didirikan tahun 2015, GCI menjadi angin segar bagi gerakan pemuda sosial yang berfokus pada pendidikan perubahan iklim, pengurangan risiko bencana, termasuk pengabdian masyarakat dan pelatihan kebencanaan.
“Salah satu program rutin di dalam yayasan GCI adalah pendidikan cerdas iklim dan penyelamatan lingkungan kepada anak-anak setingkat sekolah dasar di daerah rawan bencana di Indonesia,” papar Ikrom.
Menyusul kontribusi Ikrom di bidang iklim, ia ditunjuk oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI sebagai perwakilan Indonesia pada dialog ASEAN Youth on Climate Action Initiative (ASEANYouCan) yang digelar secara virtual pada 2021 lalu.
Dialog ini menghasilkan Deklarasi Bandar Seri Begawan yang disampaikan dalam Pertemuan Tingkat Menteri ASEAN ke-16 tentang Lingkungan Hidup. Ikrom sendiri terpilih mewakili pemuda ASEAN dalam menyampaikan pernyataannya di hadapan para menteri negara ASEAN yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Lulus dari pondok pesantren Ummatan Wasathan di Riau pada 2011, Ikrom masuk IPB University dengan bekal Program Beasiswa Santri Berprestasi (PBSB) dari Kementerian Agama. Ia sempat mengaku ragu mengambil jurusan di IPB. Terlebih, pelajaran tentang cuaca dan iklim yang menurutnya tak cukup banyak diajarkan saat sekolah.
Karena kegigihannya, Ikrom justru dinobatkan sebagai Pemenang Mahasiswa Beprestasi Utama Institut Pertanian Bogor (IPB) 2014 sekaligus sebagai Mahasiswa berprestasi (Mawapres) II Nasional tahun 2015 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi (Dikti) Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI.
Berkat gagasan tentang pendidikan perubahan iklim dan adaptasi mitigasi, Ikrom juga menerima Penghargaan Mata Garuda Bidang Lingkungan yang diserahkan pada Pekan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) 2021, acara tahunan yang diselenggarakan oleh yayasan beasiswa Kementerian Keuangan RI.
Penganugerahan tersebut merupakan bagian dari rangkaian acara yang melibatkan para penerima beasiswa LPDP, alumni, peneliti, pemangku kepentingan, dan masyarakat untuk berkolaborasi dan berkontribusi bagi kemajuan Indonesia.
Mata Garuda Prize sendiri selalu menjadi penghargaan yang sangat dinanti dan dibuat untuk menunjukkan apresiasi atas kontribusi penerima LPDP di bidangnya masing-masing.
Pada 2019 Ikrom telah menyelesaikan studi pascasarjana di Wageningen University, Belanda dengan program penelitian Sistem Air dan Perubahan Global dan Ilmu Lingkungan. Ia berpendapat bahwa praktik iklim yang cerdas harus dilakukan, terutama oleh generasi muda di bidang apa pun.
Dia menjelaskan bahwa pemahaman iklim diperlukan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan mengarusutamakan perubahan iklim ke dalam aksi iklim adaptif.
Karena keahlian dan semangat pengabdiannya, Ikrom juga pernah terpilih sebagai salah satu dosen tamu internasional pada sesi alumni untuk Alumni Open Day Wageningen University & Research bersama 6 pembicara terpilih lainnya dari seluruh dunia.
Ia juga telah menulis publikasi dalam bentuk jurnal, buku, dan prosiding yang berkaitan dengan bidang tersebut. Ia memang bercita-cita menjadi profesor dalam bidang perubahan iklim dan bencana alam.
Suami dari Exma Mu’tatal Hikmah ini juga bergelut dengan hobinya menulis sastra dan berkarya dengan buku-buku sastra yang sudah ditulisnya antara lain Sebuah Warna (2014), Sajak-Sajak Bianglala (2016), Dalam Sketsa (2018), Skenario Ruang Waktu (2021), dan Jatuh dan Bertumbuh (2022) yang beberapa diantaranya masih dapat ditemui di Gramedia dan toko buku lainnya.
Manusia, tekan Ikrom, punya peran akan hadirnya bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor. Aktivitas sehari-hari saja, sambungnya, meningkatkan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim. Terlebih buang sampah sembarangan, menebang hutan, dan tidak ramah lingkungan.
"Karenanya literasi iklim harus dikuatkan. Harus membuat warga menjadi tahu, berangkat dari mana untuk bisa sampai ke sana? Ya, menjadi cerdas iklim," pungkasnya.