Diah Widuretno

Perempuan Tangguh, Sang Inovator Sekolah Kehidupan

Departemen Biologi, FMIPA, angkatan 32

Dalam poin ke tiga tri dharma perguruan tinggi, seorang mahasiswa diharapkan melakukan pengabdian kepada masyarakat. Setelah lulus, ilmu yang diterima dapat diterapkan oleh mereka untuk masyarakat, bukan sebaliknya dengan mengacuhkan lingkungan. Karena sejatinya, pendidikan adalah tempat tercetaknya generasi yang bisa membantu memecahkan persoalan di tengah masyarakat

Kesadaran inilah yang coba dibangun oleh seorang sukarelawan pendidikan di sebuah desa yang mulai banyak ditinggalkan oleh generasi mudanya. Sosok local heroes tersebut bernama Diah Widuretno, wanita kelahiran Banyuwangi.

Diah menamatkan pendidikan S1 dari Departemen Biologi IPB University. Sejak tahun 2000, Diah mulai aktif menjadi relawan pendidikan di desa-desa, diantaranya dengan menginisiasi dan menjadi relawan guru di Sekolah Terbuka di Kampung Nyungcung, Malasari, Nanggung, Bogor tahun 2001-2003.

Berawal dari kegelisahannya melihat pendidikan formal yang terputus dengan realitas kehidupan, sosok yang satu ini akhirnya  tergerak mendirikan ‘media belajar’ yang berbeda. Maka, kemudian ia mendirikan Sekolah Pagesangan.

Sekolah Pagesangan (SP) yang diinisiasi 2008, merupakan komunitas belajar yang memiliki visi belejar membangun keberdayaan di desa. SP berlokasi di Dusun Wintaos, Kabupaten Gunungkidul. Diah sendiri sebenarnya bukanlah penduduk lokal desa tersebut. Ia merupakan relawan yang memiliki minat pada dunia pendidikan, pemberdayaan dan lingkungan.

Sekolah Pagesangan sangat berbeda dengan sekolah pada umumnya. Pembelajaran, selain tidak dibatasi fasilitas fisik, bisa dilakukan dimana saja, sesuai kebutuhan tema dan materi yang dipelajari.

Jika ingin belajar tentang bagaimana membuat pupuk organik, maka tak jarang pembelajaran dilakukan di dekat kandang sapi atau kambing. Begitu pula saat belajar tentang keragaman umbi-umbian, maka dipastikan, proses belajar akan berada di ladang tempat dimana umbi-umbi-an tumbuh dan berkembang.

Mengingat Sekolah Pagesangan menggunakan pendekatan Pendidikan Kontekstual, maka materi pembelajaran seharusnya relevan dengan kehidupan dan kebudayaan setempat.  Di Dusun Wintaos, Gunungkidul, pertanian menjadi mata pencaharian utama warga desa. Hampir semua keluarga bertani.

Kegiatan bertani di ladang, pengolahan hasil panen, dan budaya tani, kuat mewarnai denyut kehidupan sehari-hargi desa. Berangkat dengan situasi tersebut, tema-tema pertanian disepakati sebagai tema pembelajaran di Sekolah Pagesangan.

Tahun 2017, Diah mempublikasikan buku berjudul “Gesang di Lahan Gersang”, sebuah dokumentasi proses inisiasi dan pengawalan pendidikan kontekstual ala Sekolah Pagesangan. Kebulatan tekad dan semangat mengabdi yang tak kenal pamrih, mengantarkan Diah masuk dalam nominasi Penghargaan Alumni IPB University 2021 kategori Anugerah Alumni Penggerak Lingkungan, Sosial, dan Kemanusiaan.

Perjalanan bersama selama hampir 14 tahun dengan anggota Sekolah Pagesangan, sangat berarti bagi Diah. Meskipun selama memfasilitasi SP, selaku relawan, Diah tidak mendapatkan imbalan materi, namun ia merasa mendapatkan banyak ilmu dan kebijaksanaan hidup.

Berinteraksi dekat dengan para anggota Sekolah Pagesangan selama belasan tahun, bagi Diah, seperti mendapatkan keluarga besar baru. Diah juga merasa mendapatkan kesempatan belajar banyak hal baru selama mengawal pembelajaran.

Selain tentunya Diah belajar tentang bagaimana praktik pendidikan kontekstual, ia juga belajar tentang praktik sistem pangan lokal di Wintaos. Lebih jauh, Diah juga merasa belajar memaknai hidup. Baginya, hidup di dunia sekali, harus berarti.

Dukungan keluarga juga menjadi motivasi Diah untuk terus menapaki perjuangan. Sang suami justru sangat bangga, dengan jalan sunyi yang sudah menjadi ketetapan istrinya tersebut. Diah Widuretno, wanita tangguh, tulus, dan inspiratif.

Memiliki semangat hidup untuk menebar kebermanfaatan. Anak bangsa yang melahirkan anak bangsa lainnya. Memberi cahaya di tengah redupnya perubahan.

Kesuksesan tak hanya dilihat dari seberapa banyak materi yang dimiliki, tapi juga seberapa banyak karya yang  memberi kemanfaatan bagi lingkungan sekitar. Diah mengajarkan kepada kita bahwa makna hidup bisa dirasakan jika hidup kita berarti penting bagi sesama.(*)

Tinggalkan Komentar