Aminudi Amin

Ketika Sampah Membawa Berkah


Alumni Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB University ini memutuskan berwirausaha hingga berhasil menjadi CEO Biomagg Sinergi Internasional dalam korporasi AWINA Group yang dibentuknya.

Sebelum meraih kesuksesan, Aminudi harus melalui jalan panjang saat merintis bisnis. Awalnya ia memulai usahanya dengan berbudidaya ikan lele. Setelah satu tahun, ia mengalami dua masalah dalam pembudidayaan, yakni harga tengkulak yang cenderung fluktuatif serta harga pakan yang terus mengalami peningkatan.

“Saya awalnya ternak lele. Namun, saat itu harga pakan lele membuat omset saya turun. Sejak saat itu, saya mulai mencari alternatif lain untuk kebutuhan pakan,” imbuh pebisnis kelahiran Medang Ara, 3 Desember 1989 ini.

Menurutnya, Indonesia juga masih import sumber bahan baku protein berupa tepung ikan mencapai 105,7 juta dolar per tahun. Padahal Indonesia sebagai negara maritim dengan garis pantai terluas di dunia, hal ini sangat berpengaruh terhadap harga pakan yang menyulitkan petani dan peternak.

“Karena pakan menyumbang biaya sampai 67 % dari total biaya operasional, maka saya mencoba mencari alternatif pakan,” ujarnya.

Berbekal ilmu yang ditekuni semasa kuliahnya di IPB University, ia mencoba mencari literatur tentang potensi serangga sebagai pakan alternatif potensial. Sampai akhirnya ia mengembangkan lalat tentara hitam atau Black Soldier Fly (BSF) untuk menghasilkan pakan ikan dan kuatlah tekadnya untuk lebih mendirikan perusahan Biomagg.

Perusahaan yang berada di kawasan Depok ini berdiri pada tahun 2016, tanpa karyawan. Kini Biomagg sudah punya lebih dari 27 karyawan dan 120 reseller. Tak hanya itu, pengolah sampah ini juga sudah punya tiga titik cabang di Cikarang, Salatiga dan Lampung.

“Seiring berjalannya waktu, pengembangan BSF ini diperuntukkan untuk mengolah sampah organik dan lahirlah Biomagg,” katanya. Berkat usahanya ini dia meraih Juara 1 Young Entrepreneur Leadership Program Bank Indonesia 2021.

Sebagai pengusaha, Aminudi tidak mengeluarkan modal yang terlalu besar saat pertama kali membuka usaha ini. Dengan modal minim, kini ia bisa raih omset 200 juta per bulan.
“Modal awal waktu itu hanya Rp 500 ribu. Saya belum punya karyawan. Saya ambil sampahnya sendiri. Mengolahnya.

Menggunakan untuk kebutuhan sendiri dan menjualnya kepada pelanggan,” jelas lulusan IPB University tahun 2011 ini.

Belum lama, Aminudi juga meraih penghargaan sebagai Best of The Best Wirausaha Muda Mandiri (WMM) 2021 melalui Biomagg. Biomagg, yang diwakili Aminudi berhasil menyisihkan 5.450 pelaku usaha muda yang terdaftar dalam ajang Capital League Wirausaha Muda Mandiri WMM 2021 itu.

Di babak Grand Final Capital League Wirausaha Muda Mandiri, Aminudi sebagai finalis mempresentasikan konsep usahanya dan menjawab pertanyaan dewan juri nasional yang berperan sebagai calon investor, yaitu Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perdagangan M Lutfi, Menteri Koperasi dan UMKM Teten Masduki, Anggota Wantimpres Putri Kuswisnuwardhani, dan Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi.

“Biomagg adalah perusahaan yang menyediakan solusi pengolahan sampah organik (waste management) skala industrial secara bertanggung jawab dan terpercaya,” terangnya.
Setelah mengetahui alternatif ini, timbullah pertanyaan bibitnya dari mana.

“Akhirnya saya memutuskan untuk memancing lalat ini dari alam. Saya banyak belajar dari youtube dan jurnal ilmiah demi mendapatkan pengetahuan yang cukup untuk mengembangkannya,” ungkap penyuka tokoh Mohamad Hatta ini.

Saat itu, ia harus memutuskan, terus mengelola usaha lele atau mengembangkan waste management sampah organik untuk memperoleh maggot. “Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk fokus mengelola sampah organik dan menghasilkan produk berupa pakan ternak berbasis maggot,” tegasnya.

Aminudi pun memulai dengan mengumpulkan sampah-sampah organik dari restoran dan hotel di sekitar Margonda, Depok. Dalam sehari, Biomagg bisa mendapatkan kiriman sampah sebanyak 100 ton dari 30 hotel dan restoran.

Baginya, mengelola sampah adalah tantangan sekaligus berkah tersendiri. Menurutnya, penggunaan serangga, khususnya maggot dalam pengolahan sampah terutama sampah makanan berupa sayur, buah, limbah rumah makan, hotel, limbah perikanan, limbah rumah potong hewan (RPH), bahkan limbah perkebunan dapat memberikan banyak manfaat. Selain itu, serangga memiliki kandungan nutrisi yang baik.

“Bahkan memiliki kandungan yang tinggi di unsur-unsur seperti kalsium, fosfor, protein, tentunya ini bisa menjadi peluang untuk menjadi salah satu alternatif bahan pakan ternak,” paparnya.

Dia menjelaskan tentang pentingnya pengembangan maggot. Ia menyebut, maggot dapat mengatasi masalah sampah organik di Indonesia. Pasalnya, setiap orang di Indonesia menghasilkan 300 kilogram sampah makanan setiap tahunnya.

Hal ini menempatkan Indonesia sebagai peringkat kedua penghasil sampah makanan di dunia. Tidak hanya itu, pengelolaan sampah organik di Indonesia juga masih sangat kurang, padahal sampah organik adalah sampah terbanyak dalam timbunan sampah yang mencapai 60 %.

Oleh karena para emak biasanya jijik dengan sampah organik, pihaknya juga menyediakan Magobox untuk mengolah sampah organik di rumah. “Selain magobox, Biomagg juga menyediakan layanan diantaranya berupa e-learning, visit farm, drop your waste, join research dll,” terangnya.

Selain sebagai pakan ternak dan ikan, di luar negeri produk BSF dimanfaatkan pula sebagai bahan baku kosmetik, seperti yang saat ini sudah banyak ditemukan di Korea Selatan. “Di negara tropis seperti kita, budidaya BSF jauh lebih mudah dilakukan, karena kalau di luar negeri, mereka masih terkendala cuaca,” tambahnya.

Karena tingginya minat pasar, baik di dalam maupun luar negeri tersebut, tak heran jika perusahaan ini mampu meraup omzet sekitar puluhan hingga ratusan juta. Dengan mayoritas pembeli Biomagg masih dominan di Pulau Jawa dan terkonsentrasi di Jabodetabek.

“Dengan adanya maggot ini, kami berupaya menciptakan ekosistem baru, yaitu Green Economy demi terciptanya penerapan SDG’s di Indonesia,” terang Aminudi. Terlebih Indonesia juga memiliki sumber keanekaragaman serangga yang berpotensi sebagai protein terbarukan.

Dalam membangun usahanya, Aminudi menyampaikan perlunya keyakinan dalam menjalankan bisnis. Sebab, katanya, ketika ownernya telah yakin, maka untuk meyakinkan customer dan investor tidaklah sulit.

“Yang tidak kalah penting adalah konsisten dan persisten, apapun kendala, problem, tantangan, baik yang datang dari dalam diri maupun dari lingkungan harus dihadapi bukan dihindari,” ungkapnya.

Apabila ada masalah dalam bisnis, lanjut Aminudi, perlu mencari solusi terbaik dan tercepat dalam menyelesaikan masalah, atau menganalisis keputusan dan solusi mana yang mengurangi risiko kerugian.

Untuk mengatasi masalah, ia juga membiasakan untuk berdiskusi dengan tim, sehingga dapat diselesaikan bersama. Aminudi juga membuat konsep PDCAE (Plan, Do, Check, Action, Evalution) dalam mengantisipasi problem dalam berbisnis.

Sebelum mendirikan Biomagg, Aminudi pernah menjadi Research Officer di APRIL pada 2014 hingga 2015. Sebelumnya ia pernah bekerja sebagai Operational Development Manager di PT. Inmas Abadi dan PT. Aneka Karya Kesuma pada 2013. Aminudi juga sering menjadi pembicara di berbagai seminar dan forum-forum ilmiah.

Sejak mahasiwa, Aminudi dikenal aktif dalam diskusi dan penelitian. Salah satunya bergabung di Forces (Forum for Scientific Studies) IPB University. Dalam kepengurusan UKM Forces IPB ia pernah menjabat sebagai salah satu direktur. Ia juga dikenal sering mengikuti kompetisi karya tulis ilmiah tingkat mahasiswa dan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM).

Beberapa karya ilmiah yang pernah ditulisnya antara lain “Pemanfaatan Limbah Lumpur Minyak Kelapa Sawit sebagai Pakan Potensial Ternak”, “Penerapan Konsep ABCG dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan”, dan “Perolehan Hidrogen Sebagai Bahan Bakar Alternatif Berbasis Air dengan Proses Hidrolisis Dalam Sistem Bertekanan Tinggi Berbantukan Zeolit”.

Penyuka warna hitam ini menjelaskan bahwa dalam berusaha penting sekali mempertimbangkan passion. Sebuah usaha akan terus berjalan jika ownernya melakukan bisnis yang sesuai dengan minatnya. “Semua usaha kalau mau long term, ya owner harus mencintai bidang tersebut, walau itu dengan sampah,” pungkasnya.***

Tinggalkan Komentar