Meracik Bisnis, Meramu Hasil Tani
Di saat banyak anak muda yang tidak melirik bidang pertanian, Alfi Irfan justru berbeda. Ia memperlihatkan bahwa pertanian itu tidak sekadar mencangkul dan membajak sawah. Bersama para petani, lulusan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB University tahun 2013 ini memproduksi hasil pertanian menjadi olahan yang memiliki nilai tambah.
Ia memulai perhatiannya dengan melakukan wawancara sederhana kepada para petani wanita di desa sekitar Bogor, mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi, dan mencari informasi mengenai adopsi di bidang teknologi pertanian.
Hasilnya, ia menemukan bahwa permasalahan pertanian di Indonesia mayoritas berkaitan dengan bidang ekonomi dan sosial. Sebesar 82 persen petani kekurangan modal untuk mengelola lahan dan kegiatan paska panen. Sebagai alternatif, mereka harus meminjam modal ke bank keliling. Pilihan lainnya menjual hasil panen dengan harga murah ke tengkulak.
Karenanya setelah lulus kuliah, ia mendirikan usaha di bidang pertanian dengan mengusung nama brand "AgriSocio" pada Oktober 2013. Perusahaan tersebut bergerak di bidang agrievent, planting and trading, local brand, serta consultant and and rural development.
“Kenapa Agrisocio berdiri? Kami mencoba untuk memperkecil gap tersebut menjadi hal yang memberi banyak peluang dan nilai tambah. Ya semacam efek bola salju,” ungkap pria kelahira Jakarta 17 Mei 1992 ini.
“Sisi lain kami ada lihat peluang besar. Kebetulan saya kuliah di IPB, sehingga mendapat banyak informasi pertanian. Saya temukan ada gap antara peluang dengan realita yang dialami petani,” ungkap Alfi Irfan
Lewat AgriSocio, Alfi Irfan memberdayakan masyarakat desa untuk mengolah hasil pertanian mereka supaya bernilai jual lebih tinggi. Melalui bisnisnya itu, ia mampu menghasilkan 82 produk pertanian dan pangan untuk memenuhi kebutuhan market domestik dan ekspor. Sekaligus mampu menghimpun 95 kelompok tani dengan 1.800 hektar lahan pertanian.
AgriSocio berdiri sejak 2013. Mereka memproduksi produk dan jasa pertanian komersil sekaligus memberdayakan penduduk desa melalui pertanian berkelanjutan. Hingga saat ini AgriSocio memiliki 21 desa binaan yang mengelilingi kampus IPB University.
Selain itu, startup di bawah naungan PT Global Inovasi Hijau ini juga memiliki kawasan learning center di desa Cibanteng dan Desa Benteng Ciampea Bogor, mempunyai local branding IndoRempah untuk minuman rempah dan King Chips untuk produk opak singkong, serta Social Business Incubator di IPB.
Alfi Irfan berhasil mengembangkan produk minuman berlabel Indorempah dengan target pasar luar negeri. Minuman ini terbuat dari tujuh jenis rempah asli Indonesia.
Tentu saja, pengelolaan minuman ini dilakukan dengan memberdayakan para isteri petani di Desa Benteng, Kabupate Bogor. Alfi melihat besarnya peluang minuman rempah Indonesia. Selain bisa menghangatkan badan, minuman ini juga bisa bermanfaat untuk kesehatan.
“Saya sempat mengikuti kegiatan di Singapura, Thailand, Malaysia, Chili, Paris, dan New York. Dari situ saya perhatikan mahasiswa asing terbiasa mengkonsumsi alkohol untuk menghangatkan badannya. Kebiasaan ini berdampak negatif terhadap kesehatan. Hal ini sudah mulai disadari mereka dengan mencari alternatif lain. Ini peluang besar untuk rempah Indonesia,” ujar CEO Agrisocio ini.
Alfi pun menangkap kesempatan ini dengan membuat minuman dari rempah asli Indonesia yang bisa menghangatkan badan sekaligus menyehatkan. Mengusung Indorempah sebagai produk utamanya, Alfi bersama teman-temannya mendirikan PT Global Inovasi Mandiri.
“Walaupun kami sudah memiliki Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT), Indorempah masih susah menembus pasar retail. Sehingga pemasarannya pun masih bersifat kekeluargaan.
Untuk pasar lokal, produk Indorempah yang saat itu dijual Rp 15 ribu saja, dianggap mahal. Karena itu, strateginya membawa Indorempah untuk mengikuti lomba atau kompetisi internasional.
"Di luar negeri saya bisa menjual dengan harga Rp 45 ribu. Mimpi saya, 2-3 tahun ke depan bisa menembus pasar ekspor,” tuturnya.
Alhasil, dalam Kompetisi Bisnis Sosial Internasional di Singapura, Alfi dan Timnya (Youth AgriSocio Entrepreneur) berhak membawa pulang hadiah sebesar S$ 10 ribu setara dengan Rp 98 juta. Tim lain yang menjadi juara adalah tim Social Cops dari India, Gazaab dari Nepal dan Singapura, dan The Dorsal Effect dari Singapura.
“Kompetisi ini memberikan dampak positif yang sangat besar terhadap peningkatan kapasitas diri saya. Selama 7 bulan saya mendapat bimbingan dari Mckinsey & Company, Singapore International Foundation dan IPB dalam pengembangan social enterprise ini.
Alfi juga semakin mantap melangkahkan kaki ke bisnis makanan olahan khas daerah dengan brand "King Cips". Ini merupakan makanan khas Jawa Barat yang biasa disebut opak. Di tangan Alfi dan tim, opak disulap jadi istimewa sebab dikemas cantik dan berkelas, setara dengan snack yang berserakan di swalayan. Di samping itu, rasanya tentu saja enak.
Kini King Chips sudah dipasarkan di 64 titik oulet independen se-Jabodetabek sejak peluncuran perdana opak King Chips pada Maret 2015. Ini merupakan produk kedua yang diluncurkan AgriSocio setelah sebelumnya menelurkan produk IndoRempah.
Dia berkomitmen untuk selalu melibatkan masyarakat. Dia juga mengajak para relawan untuk berpartisipasi mengembangkan produk lokal.
Alfi juga aktif dalam membangun jejaring di luar negeri. Di antaranya aktif di event Innovation Competition, kompetisi produk-produk pertanian, kerja sama dengan mahasiswa di Swiss, Kanada, Chili dan Meksiko. Tiap tahunnya akan digelar annual, dimana tahun 2014 di gelar di Iowa University dan tahun selanjutnya di Portugal.
“Lewat perusahaan ini kita kerja sama dengan teman-teman di luar negeri. Dengan teman saya di Singapura, kami membuat perusahaan web developer yang kantornya ada di Indonesia. Rencananya mau dipindah ke Bogor. Kita juga sedang mengembangkan kaos limited edition,” papar Alfi.
Menurutnya, perusahaan yang dibangunnya ini termasuk perusahaan yang umum, dimana dapat bergerak di beberapa bidang. Karenanya, selain kaos limited edition, proyek terbaru yang digarapnya adalah membuat rumah di kawasan Kampus IPB University Darmaga. Dengan modal awal 200 juta rupiah, Alfi mampu meningkatkan modalnya menjadi Rp 300 juta dari penjualan rumah.
Dalam mengembangkan AgriSocio tentu bukan perihal mudah. Beberapa kendala kerap dihadapi seperti tingkat pendidikan yang rendah pada para pelaku pertanian. Alfi juga harus mendorong pengenalan teknologi digital pada orang awam. Apalagi sebagian besar masyarakat yang diedukasi adalah ibu-ibu rumah tangga.
Namun begitu, Agrisocio terus bergerak maju dengan menerapkan inovasi dan teknologi kekinian. Agrisocio sendiri telah berinovasi khususnya di teknik budidaya, penemuan sensorgram untuk mendeteksi parameter pertumbuhan secara real time, hingga smart irrigation yang telah menyumbangkan peningkatan produktivitas hingga 147 persen dengan kualitas yang baik.
Kini perusahaannya telah bekerjasama dengan 95 mitra strategis yang tersebar di 21 desa di Indonesia yang sebagian besar di Kabupaten Bogor seperti Ciampea, Megamendung, dan Cipanas. Kemitraan tersebut berfokus pada pengembangan teknologi dan inovasi mulai on farm hingga ke pasca panen serta nilai tambah dalam bentuk kering dan olahan misalnya pada produk jahe.
Bergerak dengan konsep Socio Enterprise dalam berbisnis, Agrisocio berhasil membawa banyak perubahan bagi petani-petani di desa mitra. Keberhasilan ini mengundang perhatian Development Bank of Singapore (DBS) sebagai bank mitra Agrisocio.
Agrisocio dinilai sebagai lembaga usaha yang sangat peduli terhadap sosial kemasyarakatan petani-petani di desa. Oleh karena itu DBS memilih Agrisocio sebagai salah satu penerima program Corporate Social Responsibility (CSR) DBS.
Alfi pun mendapat berbagai macam prestasi baik tingkat nasional maupun internasional berkat kerja kerasnya. Prestasi yang dia capai antara lain Pepole Choice Award, Asian Venture Philanthrophy Network, Singapura 2015, Indonesia OIC Youth Delegates, Istanbul, Trukey 2016, Pemuda Pelopor Nasional 2016, dan masih banyak lagi. ***