Agung Suganda

Pendorong Kebijakan Bibit Unggul

MENJABAT sebagai Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Agung Suganda memulai tugasnya pada tahun 2022.

Jabatan baru ini merupakan posisi yang berada di lingkup Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.

Sebelumnya Agung adalah Kepala Pusat Veteriner Farma (Pusvetma) pada 2018-2022. Banyak prestasi yang telah diperoleh Pusvetma selama Agung menjabat pada tahun 2018 hingga 2022.

Meski sudah mengemban jabatan baru, Agung tak pernah menghentikan harapannya agar Pusvetma dapat lebih tumbuh dan berkembang lagi menjadi instansi kebanggaan.

Pusvetma yang pernah dipimpinnya berhasil menjadi produsen vaksin hewan, bahan biologis dan diagnostik lainnya yang terdepan dan Indonesia pun bangga memiliki instansi BLU seperti Pusvetma.

Agung juga berkiprah dan tercatat sebagai salah satu pendiri Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies (CIVAS), oganisasi non pemerintah yang berkomitmen dan peduli untuk turut memajukan bidang kesehatan hewan, kesejahteraan hewan dan keamanan pangan di Indonesia.

Ia juga termasuk sebagai Dewan Penasehat di Ikatan Alumni SKHB IPB untuk periode 2022 - 2026.

Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak ini dilahirkan di Indramayu, 25 November 1976. Ia menamatkan pendidikan S2 di Fakultas Kedokteran Hewan IPB University tahun 2006.

Pernah meraih penghargaan Satyalancana Karya Satya X Tahun, ia dinilai konsisten mengawal tugasnya dalam pengembangan dan produksi bibit ternak.

Salah satu upayanya adalah melakukan implementasi pola pengembangan integrasi pangan dan ternak. Meski beberapa kendala seperti sistem usaha tani pangan yang masih rendah serta pendanaan untuk modal usaha yang terbatas, terutama bila harus ada pengadaan ternak bibit.

Untuk memaksimalkan pola pengembangan integrasi tersebut, Agung menyarankan untuk melaksanakan langkah-langkah strategis seperti penyiapan sumberdaya manusia, baik petani ternak maupun petugas teknis lapangan, pengembangan kelembagaan tani ternak serta perangkat pembinaan dan pelayanan produksi, serta optimalisasi pemanfaatan lahan dan by product untuk pakan ternak.

Tak hanya itu, Agung juga menawarkan langkah strategis lainnya yang perlu dilaksanakan seperti mendorong adanya peningkatan populasi ternak betina produktif (akseptor), serta mengahdirkan pengaturan (regulasi) yang mendukung terciptanya iklim yang kondusif bagi investasi, pengembangan usaha dan perdagangan hasil peternakan.

“Pola pengembangan integrasi yang berjalan saat ini masih ditemukan kendala di lapangan, guna memaksimalkan implementasinya diperlukan upaya-upaya sehingga program dapat berjalan secara maksimal dan mendorong adanya peningkatan usaha peternakan yang ada,” jelasnya.

Di sisi lain, Agung juga melihat kebutuhan daging sapi untuk konsumsi masih belum tercukupi oleh produksi nasional. Agung mengakui bahwa pengembangan sapi di Indonesia masih mengalami kendala, diantaranya pada lahan bentangan untuk lokasi penggembalaan.

Sebagai langkah pilihan, ia pun menyoroti lima aspek keunggulan ternak domba dan kambing, termasuk relevansinya dalam pemberdayaan masyarakat pedesaan.

Dalam pandangannya, daging domba dan kambing bukan hanya menjadi alternatif sumber protein pengganti daging ayam dan sapi, melainkan juga berpotensi sebagai pasokan untuk pasar ekspor ke negara-negara regional ASEAN.

Ia memaparkan, pemerintah telah menetapkan 10 rumpun atau galur domba seperti domba garut, priangan, dorper, dan kompas agrinak.

Sedangkan di kambing, pemerintah telah menetapkan 9 rumpun atau galur seperti kaligesing, kacang, peranakan etawa, senduro, saburai, dan boer.

Ia menyebutkan, pemerintah pun tetap terus berupaya meningkatkan populasi sapi lokal melalui optimalisasi reproduksi.

“Ada program SiKomandan. Kami mencoba mengawinkan secara suntik sapi-sapi lokal dengan sperma yang berasal dari hasil pembibitan Kementan,” ungkapnya.

Meski begitu, swasembada sapi menurutnya, mungkin saja dilakukan Indonesia. Tapi memang membutuhkan biaya yang tidak sedikit.

“Kami tetap melakukan upaya, baik dari penelusuran genetika sapi unggul hingga peningkatan kualitas daging sapi. Tapi kami juga mendorong daging ruminansia lainnya sebagai daging konsumsi masyarakat,” pungkasnya. *

Tinggalkan Komentar