Bersahabat dengan Mikroba, Berteman Demi Tanaman
TANTANGAN di dunia pertanian untuk pemenuhan kebutuhan pangan manusia, dirasakan semakin besar.
Meningkatnya masalah hama, penyakit dan cekaman abiotik seperti kekeringan, banjir, lahan salin, hujan asam, dan suhu ekstrem turut mempengaruhi penurunan produksi dan pendapatan petani.
Ledakan hama penyakit menyebabkan kerugian seperti penurunan produksi dan pendapatan petani. Bahkan hal ini bisa menyebabkan penurunan derajat ketahanan pangan dan meningkatnya ancaman kerawanan pangan.
Adalah Prof. Suryo Wiyono yang mengemukakan terjadinya peningkatan hama penyakit.
Guru Besar Ilmu Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB University ini menyebutkan, khususnya di Indonesia selama 20 tahun terakhir dilaporkan terdapat penambahan 14 hama dan penyakit baru pada tanaman pertanian.
Menekan resiko ledakan hama, Suryo justru memanfaatkan mikroba langsung beserta turunannya baik berupa gen, maupun senyawa kimia yang dihasilkan. Penggunaan mikroba ini dikenal dengan istilah bioprospeksi.
Dr. Suryo Wiyono adalah dosen Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) University yang pernah menerima penghargaan penting dari ajang Anugerah Konservasi Alam 2021.
Penghargaan yang diberikan kepada Suryo dilatari karena ikhtiar dan dedikasinya yang tanpa lelah dalam mengembangan mikroba.
Pengembangan dan penelitiannya itu juga memberikan manfaat secara langsung kepada para petani sekaligus memberi kontribusi signifikan dalam menekan penggunaan bahan kimiawi.
Penganugerahan yang diraih Dr Suryo Wiyono juga karena kecintaannya pada dunia pertanian, petani, dan lingkungan.
Kiprahnya mengembangkan mikroba untuk meningkatkan produksi pertanian sekaligus menjaga kelestarian lingkungan sejak 2018 silam.
Dalam penelitiannya, pria kelahiran Jawa Timur pada Februari 1969 ini menemukan dan mengembangkan tiga jenis mikroba bermanfaat yaitu PGPR – Plant Growth Promoting Rhizobacteria (Lysinibacillus fusiformis), cendawan patogen serangga untuk wereng (Hirsutella) dan bakteri antifrost.
Ia mengaku salah satu mikroba PGPR ini merupakan hasil dari riset yang dilakukannya di Ciremai.
“Bersama Taman Nasional Gunung Ciremai, alhamdulillah, PGPR sudah diaplikasikan para petani di 57 desa penyangga, yaitu Kuningan dan Majalengka. Aplikasi PGPR Ciremai dilakukan pada tanaman padi, ubijalar, timun, tomat, bawang merah, bawang putih, kacang Panjang, jahe, jagung, kopi dan cengkeh,” tutur penyandang gelar doktoral Phytomedicine dari Goettingen University, Jerman.
Para petani yang menggunakan PGPR Ciremai telah merasakan manfaatnya. Dengan menggunakan mikroba besutan Suryo ini, petani sudah bisa mengurangi penggunaan pupuk sintetik hingga 50 %.
Selain itu para petani juga sudah bisa menurunkan penggunaan pestisida sampai 100%. Sementara pada sisi hasil, penggunaan mikroba ini mampu meningkatkan hasil 30- 70%.
“Dengan penggunaan mikroba ini para petani mendapat manfaat langsung sekaligus juga bisa berkontirbusi menjaga kesimbangan alam. Dengan menggunakan mikroba ini penggunaan input kimia sintetis jadi terbatas. Jadi ekosistem lebih terjaga” ujar Suryo.
Penggunaan mikroba merupakan terobosan penting di tengah tantangan dunia pertanian yang ada saat ini seperti perubahan iklim.
Prof Suryo Wiyono juga dikenal dalam kiprahnya mengaplikasikan Teknologi Bio imunisasi benih inovasi IPB University yang diterapkan di Subang, Jawa Barat.
Teknologi Bio ini membuahkan hasil dengan menyelamatkan ratusan hektar lahan petani.
Melalui pemanfaatan teknologi ini, terbukti dapat mengatasi penggerek batang padi yang telah jadi permasalahan menahun para petani di Desa Ciasem Baru dan Desa Ciasem Girang, Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Prof Suryo Wiyono dan Prof Widodo membantu melakukan pendampingan teknologi yang dilaksanakan mahasiswa IPB University.
Bio imunisasi merupakan teknologi perlakuan benih yang juga memanfaatkan mikroba endofit dan plant growth promoting rhizobacteria (PGPR). Teknologi ini membuat tanaman menjadi tahan hama dan penyakit.
“Pengumpulan kelompok telur di pesemaian untuk mengurangi populasi awal hama. Sedangkan bio imunisasi meningkatkan ketahanan padi terhadap hama dan penyakit. Keduanya merupakan teknologi IPB University yang mapan dan siap untuk diterapkan secara masif ke daerah endemik penggerek batang dan penyakit blas,” jelas Prof Suryo.
Suami dari Siwi Purwanti yang pernah menjadi Kepala Klinik Tanaman IPB University ini, merupakan lulusan S-1 Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman IPB pada 1992. Ia kemudian melanjutkan pendidikan hingga S-3 di Plant Pathology Gottingen University (2004).
Ketua Gerakan Petani Nusantara (GPN), organisasi petani nasional di Indonesia, yang menjabat sebagai Dekan Fakultas Pertanian IPB University hingga kini sangat fokus pada pengendalian hama terpadu dan pemberdayaan petani. *