Pembuka Pintu Pertanian di Jepang
Jepang merupakan salah satu negara dengan standar keamanan dan kesehatan pangan tertinggi di dunia. Jepang menetapkan batasan seragam pada residu pestisida makanan dan produk pertanian domestik dan impor.
Untuk mencapai batas residu kimia yang rendah dan seragam dalam produk makanan dan pertanian, berbagai teknologi, termasuk teknologi kecerdasan buatan Artificial Intelligence (AI), telah dikembangkan di Jepang.
Atase Pertanian KBRI Tokyo, Sri Nuryanti tak tinggal diam. Melalui bimbingan teknis (bimtek) secara online, Sri melakukan inisiasi dan mendorong agar budi daya pertanian hortikultura rendah residu dapat diterapkan secara masif di Indonesia untuk mendukung keamanan pangan.
Sri juga menggandeng Marchen Group, perusahaan Jepang yang mengembangkan teknologi AI untuk menanam tanaman. Melalui bimtek itu, Sri berharap agar bisa berbagi ilmu terkait tata kelola budi daya sayuran rendah residu kimia berbasis Artificial Intelligence (AI).
Salah satu upaya itu dilakukan Sri Nuryanti agar produk pertanian di Indonesia bisa melenggang di pasar ekspor Jepang. Selama ini, kesulitan menembus pasar ekspor Jepang adalah memenuhi standar keamanan dan kesehatan pangan. Itu sebab, apabila suatu komoditas telah diterima di pasar Jepang, maka akan lebih mudah diterima di pasar ekspor negara lain.
“Ketika Jepang bisa menerima suatu produk dari Indonesia, separuh negara di dunia akan melakukan hal yang sama karena standar yang diterapkan Jepang sangat tinggi,” katanya.
Sri menyadari tugasnya di Tokyo untuk mempromosikan produk, komoditas dan investasi bidang pertanian, menganalisa kebijakan tentang pembangunan pertanian di negara observasi, dan memfasilitasi pertemuan bidang multilateral, bilateral, dan regional.
Atase Pertanian (Atani) Indonesia di luar negeri ini telah mengantongi banyak informasi berkaitan dengan peluang pasar ekspor produk pertanian Indonesia, serta peluang kerjasama teknis dengan sejumlah negara.
“Kita perlu meyakinkan mitra bilateral dan mempengaruhi kebijakan global agar lebih berpihak pada kepentingan sektor pertanian lokal di Indonesia, serta membuka pasar non-tradisional untuk komoditas pertanian unggulan,” ungkap wanita yang dikenal dengan nama kecil Inung ini.
Upaya Inung tak sia-sia. Beberapa produk pertanian Indonesia kini telah menguasai 100 persen potensi pasar ekspor Jepang. Antara lain produk minyak nabati dan lemak, lada, dan ubi jalar.
Untuk ekspor minyak nabati terdiri atas minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan minyak nabati lain termasuk margarin. Produk lain yang sudah hadir di Jepang, lateks dan karet alam, kopi, produk pangan lain, kakao dan produk kakao, rempah-rempah, bahan asal tanaman lain, juga sisa produk nabati dan hewani.
Ada pula teh dan bahan minuman penyegar, kacang-kacangan, bahan pangan asal hewan, buah-buahan, sayuran, dan biji-bijian. Sri menjelaskan ekspor yang paling optimal menyerap pangsa pasar di Jepang adalah lateks dan karet alam, yaitu mencapai 98 persen dari total potensi pasar ekspor di Jepang.
"Untuk lateks dan karet alam 100 persen ekspor Indonesia berupa technically specified natural rubber (TSNR), bahan baku untuk pembuatan ban kendaraan bermotor di perusahaan otomotif Jepang,” ungkap perempuan yang memperoleh beasiswa pada 2013 dari Badan Litbang Pertanian untuk melanjutkan program doktor pada Program Studi Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, IPB University.
Sri Nuryanti lahir di Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada 7 Agustus 1975 sebagai putri kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayah H. Slamet Praptaharsana dan Ibu Hj. Nur Syamsiah.
Ia memulai pendidikan formal di SD Negeri III Kalasan dan lulus pada tahun 1998 dengan NEM tertinggi se-Kabupaten Sleman, lalu melanjutkan ke SMP Negeri Bogem dan lulus pada tahun 1991 dengan prestasi yang sama, yaitu peraih NEM tertinggi se Kabupaten Sleman.
Pada tahun 1994, Inung lulus dari SMA Negeri 1 (Teladan) Yogyakarta dan pada tahun yang sama diterima pada jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN).
Tahun 1998 ia lulus Sarjana Teknologi Pertanian lalu melanjutkan Program Magister pada Program Studi Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana, UGM pada tahun 1999, serta lulus pada tahun 2001 dengan predikat Cum Laude dan memperoleh gelar Magister Pertanian.
Kecerdasan Inung membuka jalan devisa bagi Indonesia dilakukan dengan gigih di berbagai kesempatan, termasuk saat Indonesia terpilih menjadi salah satu negara pemasok bahan makanan dan minuman di ajang olahraga dunia Tokyo Olympic and Paralympic Games 2020 lalu.
Sri Nuryanti mengungkapkan, upaya agar Indonesia bisa jadi pemasok bahan baku makanan dan minuman, termasuk buah dan sayuran, dalam penyelenggaraan Olimpiade, tidak mudah. Indonesia melalui KBRI melakukan serangkaian pertemuan yang dimulai awal tahun 2019 lalu.
"Kami bertemu Direktur Sustainability Operation, the Tokyo Organising Committee of the Olympic and Paralympic Games untuk memromosikan dan meyakinkan sejumlah produk pertanian asal Indonesia yang telah dipasarkan di Jepang,” kata Sri.
Lagi-lagi, perjuangan Inung membuka pintu komoditas ke Jepang kembali berhasil terbuka. "Alhamdulillah, promosi dan setiap argumentasi yang kami berikan dinilai layak untuk ajang Olimpiade itu, dan menjadi pemenang dan merebut hati the Tokyo Organising Committee of the Olympic and Paralympic Games,” ungkap Sri.
Sri Nuryanti memang tak hanya cerdas. Pengalaman dan kematangannya dalam menguasai berbagai komoditas pertanian sudah teruji. Karenanya, tak lama setelah ia lulus menyandang Magister Pertanian, kariernya mulai bersinar.
Pada tahun 2002 Sri Nuryanti diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Pertanian pada Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan memulai tugasnya sebagai peneliti bidang Ekonomi Makro dan Perdagangan Internasional hingga mencapai jenjang jabatan fungsional Peneliti Madya pada tahun 2013 di Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP).
Pengalaman dan kecerdasannya juga makin diasah saat menjadi anggota Satuan Tugas G-33 pada tahun 2006-2010, Economist pada Association of Natural Rubber Producing Countries (2010); tim penyusun Background Study RPJM 2015-2019 di Bappenas; asisten Profesor Riset Kementerian Pertanian (2012); anggota tim review kebijakan pertanian dan koresponden untuk OECD 2010-2013 Kementerian Pertanian.
Berkat beasiswa dari Badan Litbang Pertanian pada 2013, Sri melanjutkan ke Program Studi Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, IPB University pada dan lulus 2017.
Lulus studi doktor, ia pun kembali aktif bekerja di PSEKP dan bergabung dalam Tim Rancang Bangun Model Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (BEKERJA). Setelah melalui serangkaian proses seleksi dan assessment, Sri Nuryanti dinyatakan terpilih sebagai Atase Pertanian dan ditugaskan di KBRI Tokyo mulai 1 September 2018. **