Putri Ernawati Abidin

Cahaya Indonesia yang Menyinari Benua Afrika

Berawal dari kegemarannya terhadap tanaman dan budidaya benih-benihan, Dr. Putri Ernawati Abidin sukses menjadi seorang Agronom. Ia mengabdikan diri sebagai pakar pertanian yang banyak mengatasi masalah pangan, kelaparan, gizi buruk, ketidaksetaraan gender, dan konflik etnis.

Setelah resmi menjadi alumni IPB University, Erna, sapaan akrabnya, melanjutkan studi di Universitas Wageningen, Belanda, untuk meraih gelar Master dan PhD. Dari sinilah, Erna kemudian banyak melakukan penelitian terapan untuk perubahan dan penskalaan seputar dunia pertanian, ketahanan pangan, gizi, dan pendidikan.

Sepanjang pengabdian itu pula, Erna disebut-sebut menjadi seorang Spesialis Advokasi Sistem dan Gizi Pertanian yang konsen terhadap pemuliaan tanaman, genetika, agronomi terkait sistem pembenihan, produksi, rantai nilai dan strategi pemasaran.

Ia kemudian mendapatkan kehormatan sebagai Professor Emeritus dari Universitas K-State. Tak heran bila Erna juga mendapat kepercayaan untuk menjadi seorang Staf Ahli di dalam Kementerian Pertanian selama 12 tahun lamanya.

Kiprah Erna belum berhenti sampai di situ. Dalam kesempatan Forum Diskusi Ekologi, Kebudayaan, dan Pembangunan yang dilaksanakan oleh Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat IPB University, Erna mengungkapkan bahwa aktivitasnya kini sedang fokus mengatasi masalah pangan, kelaparan, gizi buruk, ketidaksetaraan gender, dan konflik etnis di Afrika.

Usaha Erna di Afrika dimulai dengan profesinya sebagai pendidik di Uganda (1994-2001). Ia kemudian melanjutkan sebagai peneliti di sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan nama Reputed Agiv 4 Dev Stichting & Foundation. Ia menyebutkan bahwa perjuangannya di Benua Afrika dilakukan dengan niat yang sederhana, yaitu hanya ingin berkontribusi untuk kemanusiaan.

Erna memaparkan tentang kondisi umum pertanian beberapa negara di Afrika. Menurutnya, di daerah Afrika Barat seperti Ghana, Burkina Faso, dan Nigeria, ubi merupakan salah satu makanan pokok. Namun di mata pemerintah mereka, ubi justru tidak dijadikan tanaman bernilai ekonomi untuk mampu menggerakkan perekonomian pertanian.

Ia juga menjadi seorang Ilmuwan Sistem Benih di The International Potato Center (CIP) dan Menejer Proyek untuk Jumpstarting Orange Fleshed Sweetpotato (OFSP) di Afrika Barat melalui Diversified Markets. Lebih dari 20 tahun Erna berpengalaman pada bidang tanaman ubi jalar dan basis pertanian di Tamale, Ghana.

“Masalah lainnya adalah ubi hanya dianggap sebagai makanan untuk orang miskin. Bahkan ada kepercayaan lokal yang menyebutkan bahwa mengonsumsi ubi tidak baik untuk laki-laki. Ini yang harus diselesaikan karena ubi dapat menjadi titik masuk untuk mengatasi persoalan kelaparan, gizi buruk, stunting dan meningkatkan ketahanan dan kedaulatan pangan di negara-negara Afrika," terang CEO/Founder Reputed Agriculture 4 Development Stichting itu.

Sejumlah program pemuliaan yang dilakukan Erna di Ghana dan Burkina Faso, nyatanya telah memberikan kontribusi besar terutama dalam penyebaran varietas baru di sana. Ia menjelaskan bahwa tanggung jawab ilmiah dan pengetahuan dirinya terkait manfaat ubi jalar inilah yang akan membantu dan membawa cahaya masa depan bagi masyarakat Afrika.

Sehingga membangun Afrika hanya perlu sebuah inisiasi ke arah produktivitas ubi jalar yang telah menjadi makanan pokok masyarakatnya secara masif. Dari sektor pertanian, asupan nutrisi anak-anak menjadi bekal masa depan untuk menggapai cita-cita.

Tinggalkan Komentar