Pengusaha Mandiri, Pengabdi Negeri
BERBEKAL pengalamannya yang matang, Eka Sastra kini dikenal sebagai pengusaha sekaligus Komisaris Pupuk Kaltim. Bahkan, sejak 2019 hingga sekarang Eka juga menjabat sebagai staff khusus Kementerian Investasi/BKPM atau Badan Koordinasi Penanaman Modal bidang Ekonomi.
Sejumlah bisnisnya tersebar di berbagai daerah di Indonesia, salahsatunya PT Maradeka Semesta Utama. Perusahaan miliknya ini tergabung dalam Maradeka Business Group. Beberapa bidang yang digarap grup bisnis ini antara lain jasa ekspor impor perkebunan, jasa konsultan politik, dan pemberdayaan masyarakat.
Wajar jika saat ini ia dipercaya sebagai Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Organisasi untuk Masa Bakti 2021-2026.
Selain sebagai pengusaha, ia juga pernah tercatat berkarier di bidang politik, tepatnya sebagai anggota DPR di Jawa Barat.
Eka Sastra terpilih menjadi Anggota DPR RI periode 2014-2019 dari Partai Golongan Karya (Golkar) untuk Dapil Jawa Barat III, setelah memperoleh 74.458 suara dan kemudian melenggang ke Senayan sebagai anggota Komisi VI DPR RI.
Di usia muda, Eka Sastra sudah tergolong mapan. Pria kelahiran Makassar pada Juni 1978 ini sempat bekerja sebagai staf ahli keuangan Fraksi Partai Golkar DPR RI.
Karenanya peraih sarjana ekonomi dari Universitas Hasanuddin dan gelar master Ilmu Politik Universitas Indonesia pada 2007 ini sudah tak asing lagi di lingkungan Senayan.
Di Sulawesi Selatan, nama Eka dikenal sebagai seorang aktivis. Semasa kuliah di Unhas, ia memang aktif di berbagai kelompok diskusi, akademik, senat hingga organisasi lintas kampus.
Di kampung halamannya di Kabupaten Wajo, ia memiliki perpustakan kecil yang juga membuatnya giat menerbitkan 3 buku hingga saat ini.
Buku-buku yang ia terbitkan antara lain "Reformasi Pasar, Untuk Kesejahteraan Rakyat" (2018), "Kesenjangan Ekonomi, Mewujudkan Keadilan Sosial" (2017) dan buku berjudul "Agar Negara Kaya Raya", yang ia terbitkan pada April 2017.
Lulusan SMA Negeri 1 Sengkang ini kesehariannya yang diisi dengan aktivitas diskusi membuatnya bertekad untuk berkuliah setinggi-tingginya. Ia menyebut kampus sebagai rumah kedua yang mengantarkannya ke keadaan seperti saat ini.
Setelah selesai di Unhas, Eka melanjutkan S2 Pembangunan Sosial di Universitas Indonesia dan memperoleh gelar pada 2007. Pendidikan tertingginya ia peroleh sebagai alumni Program Doktor Manajemen dan Bisnis Angkatan 12 SB-IPB University tahun 2016.
Eka mengatakan HMI menjadi salah satu organisasi yang diikutinya semasa kuliah. Dari aktivis banting stir menjadi pengusaha ternyata bukan hal baru bagi suami dari Cut Emma Mutia Ratna Dewi ini.
Tradisi membaca dan usaha sudah ia lakukan sejak kecil dengan jualan es. Semasa kuliah ia juga pernah jualan baju dengan mahasiswa lainnya. "Industri kecil-kecilan juga saya buat dari kuliah dan bertahan hingga sekarang," tutur Eka.
Sampai ke titik ini rintisannya menjadi seorang pengusaha bukanlah perkara mudah. Ia memiliki kenang-kenangan bisnis yang sempat gagal yakni minuman teh yang dilakukannya bersama teman mahasiswa di Unhas kala itu.
"Saat itu, sempat laris manis namun tak bertahan lama karena ternyata produknya cepat basi dan banyak dikomplain," cerita Eka mengenang kegagalannya merintis usaha.
Namun, momen itulah yang justru dijadikan Eka sebagai pelajaran hingga saat ini. Kegagalan itu menjadi motivasi bagaimana bangkit disaat terpuruk.
Untungnya sejak kecil, ia menyebut tak pernah dididik untuk selalu menerima bantuan orang lain. Eka Sastra terbiasa dengan kemandirian. Kala itu, sang ibu mengajarkannya untuk hidup mandiri dan tak selalu menerima bantuan orang lain.
Menjadi seorang pengusaha tentu disadarinya akan menerima sejumlah tantangan dari berbagai sisi, hal ini juga yang dirasakan dan dialami oleh sosok Eka.
Bagi Eka, prinsipnya sebagai pengusaha itu harus bisa membantu banyak orang, membantu negara dengan membayar pajak, membuka lapangan kerja dan menyenangkan orang dengan produk kita bukan meminta terus bantuan.
Baginya ada sisi positif menjadi seorang pengusaha. Pertama mandiri, kedua pengusaha memiliki kontribusi besar untuk negeri lewat pajak, ketiga pengusaha memperkerjakan banyak orang. Termasuk di perusahaanmya saat ini sudah ada ribuan pekerja untuk menghidupi keluarganya masing-masing.
Di sela kesibukannya sebagai Komisaris Pupuk Kaltim dan pengusaha, Eka memiliki cara tersendiri untuk berkumpul bersama keluarga. Baginya, keluarga tetaplah menjadi nomor satu bagi Eka.
Jika sedang berkumpul, Eka mewajibkan seluruh keluarga untuk salat berjamaah.
Dalam perjalanan kariernya, Eka menyebut orang tualah yang memiliki banyak peranan penting yang mengantarkannya hingga ke titik saat ini. Ke depannya ia ingin terus berkontribusi untuk negeri dan agama.*