Dordia Anindita Rotinsulu

Jangan Ragu Meraih Mimpi

Perempuan tidak boleh ragu untuk meraih mimpi. Begitu Dordia Anindita Rotinsulu menegaskan pesan bagi wanita yang ingin melanjutkan studi di luar negeri.

Bagi dosen IPB University dari Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis (SKHB), melanjutkan pendidikan di luar negeri bisa jadi impian siapa saja. Apalagi bagi mereka yang ingin mengembangkan kariernya.

Dalam gelaran Diaspora Talk VI Direktorat Kerjasama dan Hubungan Alumni (DKHA) IPB University bertema “Ayo ke Eropa” pada 30 Juli 2022 lalu, Dordia sempat berbagi informasi mengenai beberapa jenis beasiswa yang dapat dipilih untuk melanjutkan studi di Eropa, terutama tips meraih beasiswa di Jerman berdasarkan pengalamannya sebagai salah satu penerima beasiswa Deutscher Akademischer Austauschdienst (DAAD).

Tahun 2018, ia berkuliah S3 di Universitas Gießen, dengan beasiswa DAAD dan mendalami mikrobiologi kedokteran hewan, khususnya bakteriologi.

Bagi Dordia, studi di Jerman memang memiliki cerita tersendiri. Awalnya, kuliah dan penelitiannya berjalan dengan lancar. Tapi kemudian timbul tantangan yang tak terduga, yaitu pandemi Covid-19.

Pandemi menyebabkan adanya pembatasan jumlah orang yang boleh bekerja di laboratorium. Ditambah lagi, ketika itu Dordia sudah berada di Jerman dengan salah seorang anaknya. Restriksi akibat Corona membuat anaknya tidak bisa pergi ke TK. “Repot! Apalagi ada pandemi! Pokoknya komplet deh repotnya.”

Untungnya ada keleluasaan bagi anak-anak untuk pergi ke Notbetreuung atau penitipan darurat bagi anak-anak, jika orang tua harus bekerja, dan anak-anak memang tidak bisa ditinggal di rumah. Jasa itulah yang ia gunakan ketika TK dan tempat penitipan anak tutup.

Selain itu, ia dan suaminya sudah berencana bahwa suaminya akan datang ke Jerman membawa anak yang kedua ketika pandemi mulai melanda Jerman. Rencana itu awalnya menjadi berantakan akibat pandemi. Tapi untungnya hanya tertunda saja.

“Studi di Jerman sambil merawat anak dan pengalaman berada di Jerman akan sangat berharga bagi anak, terutama dalam membangun kepribadian, pola pikir, daya adaptasi dan interaksi antarbudaya. Anak menjadi lebih terbuka, berpikiran luas, toleran, dan siap untuk menanggapi globalisasi,” ujar wanita yang juga akrab dipanggil Anindita itu.

Dordia Anindita Rotinsulu, dilahirkan di Manado pada tanggal 29 September 1986. Ia adalah anak tunggal dari ayah yang bernama Dr. drh. Fredrik Dotulung Rotinsulu dan ibu yang bernama Dr. drh. Sri Adiani.

Pada tahun 1992-1995, Dordia menempuh pendidikan sekolah dasar di Ludwig Uhland Schule, Giessen, Jerman. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Eben Haezar 02 Manado pada tahun 1998.

Pendidikan tingkat pertama diselesaikan di SLTP Negeri 1 Manado pada tahun 2001, sedangkan pendidikan tingkat atas diselesaikan di SMA Negeri 1 Manado pada tahun 2004.

Dordia lalu diterima sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan IPB University melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama masa perkuliahan Dordia aktif dalam berbagai organisasi dan kegiatan.

Dordia pernah menjadi Kepala Divisi Pendidikan HIMPRO Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik (2005-2006), Kepala Departemen Zoonosis dan Keamanan Pangan Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI) FKH IPB (2005-2007), dan anggota Komisi Pelayanan Siswa Persekutuan Mahasiswa Kristen IPB (2005-2008).

Dordia juga pernah menjadi asisten dosen agama Kristen Protestan IPB (2005-2006) dan pengajar di SMA Kornita Dramaga (2005-2007).

Selama masa perkuliahan, Dordia menerima beasiswa dari German Industry Scholarship untuk mengikuti studi banding dan kursus Internasional di Jerman (2007), beasiswa Prestasi dari PT Romindo Primavetcom, serta beasiswa Aktivis Unggulan dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) untuk mengikuti pertukaran pelajar di Universitas Sabah Malaysia (2008).

Dordia juga pernah menerima beasiswa Erasmus Mundus EXPERTSASIA dari Uni Eropa yang memberikan kesempatan untuk menempuh studi S2 selama satu semester di Universitas Göttingen.

Pada tahun 2008, Dordia menerima penghargaan dari Ditjen Dikti dan Menteri Pendidikan Nasional sebagai Juara I Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional.

Setelah menamatkan S1 di bidang kedokteran hewan di IPB University, Dordia kemudian menempuh pendidikan untuk menjadi dokter hewan. Setelah itu, ia melanjutkan ke bidang mikrobiologi medik untuk mendapat gelar S2, juga di IPB University.

Sekarang dia juga sudah menjadi dosen di sana. Tepatnya di Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, IPB University “Saya sangat tertarik menganalisa keragaman genetika bakteri, terutama yang mempengaruhi resistensi antibiotik maupun virulensi bakteri tersebut. Artinya kemampuan suatu mikroorganisme untuk menimbulkan penyakit,” tututnya.

Lebih jauh, Dordia mengatakan, dalam penelitian untuk mendapat gelar Ph.D, ia berfokus pada bakteri Streptococcus equi subspecies equi yang menyebabkan penyakit strangles pada kuda. Penyakit strangles merupakan salah satu penyakit respirasi yang paling sering didiagnosa pada kuda, dengan angka morbiditas atau kesakitan yang tinggi, dan sangat menular.

Dordia juga melakukan analisa pengurutan genom lengkap (whole genome sequencing) bakteri yang ditelitinya yang dikaitkan dengan aspek epidemiologi, yakni pola penyebaran penyakit.

Dordia mengatakan, ia sejak dulu memang ingin studi di luar negeri. Selain itu, sebagai dosen, melanjutkan kuliah ke taraf S3 memang penting.

Dia memilih Jerman sebagai negara untuk melanjutkan studi, karena Jerman sudah tidak asing lagi bagi dia. Ketika kecil, dia pernah melewatkan beberapa tahun di Jerman bersama kedua orang tuanya, yang ketika itu juga mendalami bidang kedokteran hewan di Jerman. “Iya, jadi ada sedikit ‘penyakit keturunan’ nih, jadi dokter hewan,” jelasnya sambil tertawa.

Ketika datang dulu, dia masih TK, kemudian lanjut ke SD. “Mungkin itu juga yang memberikan saya inspirasi untuk berkuliah di luar negeri sambil membawa anak,” kata Dordia, sambil menambahkan, usianya ketika itu sama dengan usia anak-anaknya sekarang.

Dordia menjelaskan, Jerman terkenal untuk bidang kedokteran hewan. “Puji Tuhan, saya juga mendapatkan pembimbing yang merupakan ahli di bidang ilmu yang saya tekuni.” Selain itu, banyak alumni Jerman yang bekerja di tempat dia bekerja di Indonesia.

Bagi Dordia diterima di Universitas Gießen merupakan suatu keberuntungan. Dia memang tidak ingin berkuliah di kota-kota besar seperti Berlin atau München. “Disana biaya hidupnya pasti mahal.” Berbeda dengan di kota yang lebih kecil atau "kota pelajar“.

Dia bercerita, program S3 yang ia telusuri sebenarnya program internasional. Tetapi semua koleganya menggunakan bahasa Jerman sebagai bahasa komunikasi utama, baik itu protokol, maupun berbagai prosedur di laboratorium. Dia juga mampu berbahasa Jerman sampai C1. Ia mengaku, tata bahasanya "kadang salah-salah." Tapi ia tetap berani mencoba berkomunikasi dalam bahasa Jerman.

Berbeda dengan jurusan-jurusan ilmu pengetahuan alam di Universitas Gießen, mahasiswa S3 jurusan kedokteran hewan sebagian besar orang Jerman. Saat ini, di institut tempat dia bekerja, yaitu "Institut für Hygiene und Infektionskrankheiten der Tiere" (Institut Higiene dan Penyakit Hewan Menular), Dordia adalah satu-satunya orang asing di Universitas Gießen.

Salah satu pengalaman berharga Dordia adalah jadi pemenang kedua presentasi poster, pada konferensi perhimpunan dokter hewan Jerman, bidang bakteriologi dan mikologi (Tagung der Deutschen Veterinärmedizinischen Gesellschaft, Fachgruppe Bakteriologie und Mykologie) tahun 2021. “Saya juga gak nyangka,“ kata Dordia.

Selain itu, dia juga pernah menjadi perwakilan para mahasiswa di tingkat direktorat institut tempat ia bekerja pada proses perekrutan dan wawancara calon pegawai baru untuk posisi “post doc“. Ia merasa itu merupakan pengalaman yang sangat unik sekaligus berharga.

Ia juga mengatakan, orang asing yang datang ke Jerman harus siap mental dalam menghadapi berbagai tantangan dan perbedaan. Ditambah lagi, harus berpikiran terbuka dan siap beradaptasi dengan hal-hal baru.

“Tantangan pasti ada, namun dengan niat baik yang kuat, dan tentunya dengan pertolongan Tuhan, pasti akan ada jalan untuk meraih tujuan,” pungkasnya. ***

 

Tinggalkan Komentar